lennon

lennon

Selasa, 17 Juli 2012

Tolak UU PT


Pengesahan Undang-undang Pendidikan Tinggi pada tanggal 13 Juli 2012 Oleh Pemerintah mengingatkan kita pada UU Badan hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010 lalu. RUU yang rencananya akan segera disahkan ini kental akan nuansa privatisasi. Privatisasi tersebut jelas terlihat dalam ketentuan yang membagi perguruan tinggi menjadi tiga jenis, yaitu : otonom, semi otonom, dan otonom terbatas (pasal 77). Salah satu bentuk otonom yang diambil adalah otonomi pendanaan (pasal 80), yang artinya bahwa memberikan sepenuhnya kepada pihak perguruan tinggi baik itu PTN maupun PTS untuk mengelola kampusnya sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah selaku penanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dunia pedidikan di bawah rezim orde Neolib berada dlam cengkeraman komersialisasi, dimana rezim tidak membiarkan begitu saja ada wilayah pengelolaan pendidikan yang masih ditangani oleh negara. Dalam kacamata notmatif kaum Neolib, pendidikan pun harus sepenuhnya dilepaskan dari tanggung jawab negara dalam pengelolaannya, semangatnya adalah liberalisasi pendidikan dan kampus akan berubah menjadi ladang bisnis. RUU perguruan tinggi adalah upaya terkini dalam usaha mengkomersialisasikan pendidikan, dimana RUU ini membuka kran terciptanya bisnis pendidikan (Bab I, Pasal I, Ayat 30). Potensi kampus menjadi ladang usaha sendiri sangat besar. Saat ini di Indonesia terdapat 3.150 perguruan tinggi, dengan rincian 3.017 PTS, 50 PTN khusus, dan 83 PTN umum.

Undang Undang Pendidikan Tinggi Harus Diuji Materilkan (SIARAN PERS)


SIARAN PERS
ALIANSI MAHASISWA TOLAK KOMERSIALISASI PENDIDIKAN
NOMOR :  01/S-Pers/AMTKP/VII/2012
Tentang
“ Undang Undang Pendidikan Tinggi Harus Diuji Materilkan”

Rancangan Undang – Undang Pendidikan Tinggi telah disahkan menjadi Undang – Undang Pendidikan Tinggi (UU PT). UU PT inilah yang nantinya mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia. Pemerintah berharap UU PT mampu menggantikan UU BHP yang Maret 2010 silam dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Sebelum disahkannya UU PT ini, pemerintah masih belum menjalankan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) yakni menganggarkan 20% dari APBN secara utuh untuk pendidikan.

Pengesahan RUU Pendidikan Tinggi

PEMERINTAH dan DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) menjadi UU PT. Namun, begitu disahkan, UU tersebut langsung disambut penolakan luas dan keras.

Luas karena kalangan yang menolak pengesahan RUU PT berasal dari hampir seluruh unsur stakeholder, mulai mahasiswa, perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi negeri, hingga akademisi.

Keras karena hanya sesaat setelah pengesahan, akhir pekan lalu, sejumlah pihak dengan tegas langsung menyatakan segera mengajukan permohonan uji undang-undang atau judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

UU PT, SILUMAN BHP


Nova Logo

*Ari Wirya Dinata



Setelah melalui perdebatan alot  nan berdarah-darah akhirnya tanggal 13 Juli 2012 mencatat sejarah kelam dunia pendidikan di Indonesia, pasalnya telah resmi disahkan oleh tuan-tuan wakil rakyat yang terhormat Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi ( Baca:UU PT). Beranaknya UU ini telah melukai perasaaan bangsa ini untuk dapat terbebas dari kunkungan belenggu  komersialisasi dan liberalisasi Pendidikan. Polemik terus mengalir untuk menolak lahirnya anak baru dari induk Semang Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang dikenal dengan istilah UU BHP yang sudah dibatalkan  oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2010 silam, sebab dianggap bertentangan dengan semangat Konstitusi dalam membangun Pendidikan di Indonesia. Namun tampaknya pemerintah dan DPR tidak kehabisan akal untuk terus menyuntikan virus liberalisasi dalam pengelolaan Pendidikan di Indonesia sembari melepas tangan dari kewajibannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negri ini.

UU PT Masih Undang Kontroversi



Setelah mendulang polemik panjang selama dua tahun, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan Tinggi (PT) menjadi Undang-Undang, Jumat (13/7) lalu.
Namun, hal itu masih tetap menjadi ganjalan bagi sejumlah kalangan. Seperti apa? Berikut laporannya.

PERASAAN kecewa begitu kentara dalam diri mantan ketua Forum Rektor Prof Ir Eko Budihardjo MSc pada Jumat (13/7), begitu jarum jam menunjuk pada angka 11.15. Pasalnya, DPR telah menyetujui RUU PT. Padahal Eko melihat, masih ada sejumlah persoalan yang mestinya dituntaskan, sebelum palu diketuk.

’’Isi dari UU PT itu masih jauh dari kata sempurna,’’ ungkapnya dalam nada berat.

DPR Persilahkan UU PT Digugat


Oleh : Sugandi

KBRN, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) mempersilahkan bagi masyarakat yang tidak puas dengan disahkannya Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU PT) dengan membawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan judicial review.


Anggota Komisi X, Ferdiansyah dalam dialog bersama Pro 3 RRI mengatakan UU tidak semuanya dapat mengakomodir keinginan masyarakat. Namun pihak DPR sebelum mengetok palu mengesahkan UU PT telah melakukan sosialiasi kepada masyarakat termasuk mahasiswa.

Penyelenggara Pendidikan Rapatkan Barisan Hadapi UU PT

JAKARTA--MICOM: Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) akan merapatkan barisan dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) dalam menghadapi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perguruan Tinggi (PT) yang baru disepakati DPR untuk disahkan menjadi UU. 

Menurut Ketua ABPPTSI Thomas Suyatno di Jakarta, Minggu (15/7), akan ada pertemuan antara kedua lembaga itu pada Senin (16/7). "ABPPTSi juga akan rapat bersama dengan komunitas perguruan tinggi negeri (PTN), dari kalangan UI dan ITB, serta tokoh-tokoh pendidikan untuk mematangkan rambu serta pembahasan UU PT," katanya. 

Menurut dia, ABPPTSI telah memberi sejumlah rambu yang tidak boleh dilanggar dalam UU PT. "Jika rambu-rambu yang kami buat dilanggar, kami akan ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK)," kata dia. 

UU PT Sisakan Gelombang Kontroversi

 SEMARANG, suaramerdeka.com - Pengesahan UU Pendidikan Tinggi (PT) masih menyisakan kontroversi baik itu di kalangan PTN maupun PTS. Dewan Pembina Forum Rektor Indonesia (FRI) Prof Laode M Kamaluddin menilai, UU tersebut berpotensi "membonsai" peran intelektualitas kampus.


Setelah ditolaknya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), keberadaan UU PT sebagai payung hukum memang diperlukan; namun bukan untuk berpotensi membuat intelektualitas kampus tak bisa berkembang. Seperti pada kewenangan menteri untuk memberikan dan mencabut izin program studi (prodi), meskipun rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi lain diatur peraturan menteri.

Asosiasi PTS Kaji UU PT


Fenty Risya Wardhany — HARIANTERBIT.COM
JAKARTA — Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) akan mengkaji Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi yang baru saja disahkan DPR menjadi undang-undang untuk mengatahui apakah sudah mengakomodasi kepentingan perguruan tinggi swasta.
“Kalau setelah kami kaji ternyata masih juga tidak mengakomodasi kepentingan kami, maka akan kami kritisi,” kata Sekjen Aptisi, Prof. Dr. Suyatno, MPd pada Peresmian Perubahan Nama Fakultas Matematika dan IPA Uhamka menjadi Fakultas Farmasi dan Sains di Jakarta, Sabtu (15/7).

Banyak Persoalan, UU PT Rawan Diujimaterikan

JAKARTA, suaramerdeka.com - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi menjadi UU oleh DPR RI, dinilai tidak memberikan perubahan kondisi yang lebih baik.


"Bahkan, UU tersebut terkesan hanya melegitimasi praktek-pratek yang telah dijalankan oleh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara maupun PTN," kata pengamat pendidikan Dharmaningtyas dalam surat elektroniknya, Jumat (13/7).

Isi UU PT Jauh dari Sempurna

SEMARANG, suaramerdeka.com - Mantan Ketua Forum Rektor Eko Budihardjo mengatakan, bahwa isi dari Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU PT) yang baru saja disahkan oleh DPR masih jauh dari kata sempurna. Sebab, masih ada pro kontra dan kesenjangan dalam isi regulasi tersebut.

Komersialisasi Pendidikan, Mahasiswa Siap Gugat UU PT ke MK

Komersialisasi Pendidikan, Mahasiswa Siap Gugat UU PT ke MK



Laporan Ardhanareswari AHP
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia (UI) tengah menjajaki pengajuan uji materi Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU PT) yang disahkan Jumat (13/7/2012) lalu oleh DPR. Namun pengajuan itu diperkirakan paling cepat baru tahun depan sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Perlu persiapan matang. Masih banyak yang harus dikerjakan," kata Kepala Pusat Studi dan Kajian Gerakan BEM UI, Iqbal Pirzada saat dihubungi melalui telepon, Senin(16/7/2012).

FMN Mataram Tolak UU PT


MATARAM, KOMPAS.com - Puluhan aktivis Front Mahasiswa Nasional (FMN) Mataram, Jumat (13/7/2012) menggelar aksi penolakan atas disahkannya Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU PT). Mereka memandang UU PT adalah upaya meliberalisasi dan mengomersialkan pendidikan yang pada akhirnya akan semakin memperparah beban rakyat miskin.

Kamis, 12 Juli 2012

Penolakan RUU PT Meluas

JAKARTA - Setelah gagal disepakati pada Rapat Paripurna April 2012 lalu dan mesti diperbaiki, RUU Pendidikan Tinggi (RUU PT) rencananya kembali dibawa ke Rapat Paripurna DPR, Jumat (13/7), untuk disahkan. Kendati telah dilakukan perbaikan, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyatakan menolak pengesahan RUU tersebut.

Ketua Umum DPP IMM, Fajlurrahman Jurdi, mengungkapkan kecurigaannya terhadap adanya intervensi asing dalam perumusan RUU PT ini sebagaimana diatur dalam Pasal 90. Dengan mengikuti persyaratan administratif dalam birokrasi yang korup seperti ini, pendidikan tinggi asing dengan mudah berpraktik di Indonesia tanpa kesulitan berarti.

"RUU ini sarat dengan ideologi kapitalisme dan kepentingan asing. Ini juga menjadi penghambat kemajuan bagi PTS di Indonesia," ujar dia dalam siaran pers, kemarin.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Tangsel Tolak Liberalisasi Pendidikan





TANGSEL - Dalam Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT), disebutkan bahwa pendanaan dan pengelolaan PT diserahkan kepada pihak universitas dengan dalih otonomi kampus sebagaimana dimaksud Pasal 48 Ayat 1 serta Pasal 50 Ayat 1 dan 3. IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Cabang Kota Tangerang Selatan (Tangsel), menilai dengan adanya ketentuan tersebut akan muncul penetapan biaya pendidikan oleh Rektor yang akan tinggi!

Hal tersebut dikatakan Ketua IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Kota Tangsel, Andy Wiyanto melalui rilis kepada Bantenpost, Selasa (10/04). Menurutnya IMM mensinyalir adanya upaya pemerintah untuk melepas tanggungjawab membiayai pendidikan. Hasil akhirnya adalah privatisasi dan bisnis pendidikan! RUU PT tak lebih dari Undang-Undang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memberi kebebasan kepada pengelola perguruan tinggi mencari dan mengelola keuangan.

“Pengesahan RUU memberi celah akan biaya pendidikan perguruan tinggi yang semakin mahal sehingga tidak terjangkau mahasiswa dari keluarga miskin! Negara seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa!,” tegas Andy.

Mahasiswa Muhammadiyah Tolak Pengesahan RUU Perguruan Tinggi


TEMPO.COJakarta - Mahasiswa Muhammadiyah melalui Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi. Pengesahan RUU PT tersebut rencananya akan dilaksanakan pada Jumat, 13 Juli 2012, pada Sidang Paripurna.
foto“Bab II yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berparalel dengan Bab VI tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga negara lain mencurigakan,” kata Ketua DPP IMM, Fajlurrahman Jurdi,

Mahasiswa Muhammadiyah Tolak Pengesahan RUU Dikti

Senayan - Setelah gagal disepakati pada Rapat Paripurna April 2012, RUU Pendidikan Tinggi (Dikti) akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat (13/7). Namun, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menolak pengesahan RUU tersebut.

Ketua Umum DPP IMM Fajlurrahman Jurdi mengatakan, dalam Bab II yang mengatur tentang Penyelenggara Pendidikan Tinggi pada Bagian Ketigabelas tentang Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi pasal 50 paralel dengan Bab VI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Oleh Lembaga Negara Lain.



"Meskipun di Bab VI hanya terdapat satu pasal yakni pasal 90, tetapi inilah sumber kecurigaan kita mengenai adanya intervensi asing terhadap RUU ini," ujar Fajlurrahman Jurdi dalam pesan singkatnya, Rabu (11/7).

Muhammadiyah tolak RUU PT


JAKARTA - Setelah gagal disepakati pada Rapat Paripurna April 2012, RUU Pendidikan Tinggi (Dikti) akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat (13/7). Namun, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menolak pengesahan RUU tersebut.

Ketua Umum DPP IMM Fajlurrahman Jurdi mengatakan, dalam Bab II yang mengatur tentang Penyelenggara Pendidikan Tinggi pada Bagian Ketigabelas tentang Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi pasal 50 paralel dengan Bab VI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Oleh Lembaga Negara Lain.

Muhammadiyah Tolak RUU PT

JAKARTA - Setelah gagal disepakati pada Rapat Paripurna April 2012, RUU Pendidikan Tinggi (Dikti) akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat (13/7). Namun, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menolak pengesahan RUU tersebut.

Ketua Umum DPP IMM Fajlurrahman Jurdi mengatakan, dalam Bab II yang mengatur tentang Penyelenggara Pendidikan Tinggi pada Bagian Ketigabelas tentang Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi pasal 50 paralel dengan Bab VI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Oleh Lembaga Negara Lain.

Meskipun di Bab VI hanya terdapat satu pasal yakni pasal 90, tetapi inilah sumber kecurigaan kita mengenai adanya intervensi asing terhadap RUU ini," ujarFajlurrahman Jurdi dalam pesan singkatnya, hari ini.

RUU PT Anaktirikan PTS

SEMARANG - Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Jawa Tengah Drs H Tjuk Subhan Sulchan menilai kebijakan tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dalam RUU PT menganaktirikan
perguruan tinggi swasta (PTS).

Dalam anggaran pendidikan 20% dari APBN, semestinya PTS berhak mendapat alokasi.

Mahasiswa USU Tolak RUU PT


Starberita - Medan, Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fisip Universitas Sumatera Utara (USU) melakukan aksi demo menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUPT). Aksi tersebut mereka lakukan di pintu satu USU, yang juga diiringi dengan aksi pembakaran ban bekas, Rabu (11/7).
Koordinator Aksi Eka Hermawan dalam orasinya mengatakan Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu, oleh karena itu sudah sepantasnyalah masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak dan ilmiah. Karena hal tersebut tidak terlepas dari proses pendidikan itu sendiri sebagai alat untuk memanusiakan manusia.Maka mampu menjalani pendidikan hingga jenjang yang tertinggi yakni ditingkat perguruan tinggi merupakan hal yang sangat diidamkan bagi tiap individu, apalagi berada di PTN favorit.

Sabtu, 07 Juli 2012

IMM Tangsel Nilai RUU Perguruan Tinggi Sulitkan Mahasiswa Miskin

Rabu, 11 April 2012 14:44
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Tangerang Selatan (Tangsel) menilai Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) akan menyebabkan biaya pendidikan di perguruan tinggi jadi meningkat.
Sebab pihak kampus akan berdalih bahwa biaya yang mereka tetapkan merupakan otonomi kampus sebagaimana diatur dalam pasal 48 Ayat 1 serta pasal 50 Ayat 1 dan 3 undang-undang tersebut.
“IMM Cabang Tangerang Selatan mensinyalir adanya upaya pemerintah untuk melepas tanggung jawab membiayai pendidikan. Hasil akhirnya adalah privatisasi dan bisnis pendidikan! RUU PT tak lebih dari Undang-Undang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memberi kebebasan kepada pengelola perguruan tinggi mencari dan mengelola keuangannya,” papar Ketua Umum IMM Tangsel, Andy Wiyanto dalam rilisnya.

Senin, 02 Juli 2012

Akankah Internasionalisasi Melibas Pendidikan Nasional?

MARAKNYA institusi pendidikan berbasis kurikulum internasional masih menuai kontroversi. Tren kurikulum internasional ini seakan menjadi acuan bagi setiap lembaga pendidikan untuk menentukan standar institusi tersebut.

Tidak dimungkiri, penetapan standar internasional dalam program dan sistem pendidikan memang memiliki nilai positif baik bagi lembaga pendidikan maupun peserta didik. Nilai-nilai disiplin, kemajuan teknologi, serta materi pengajaran dapat memberikan inspirasi maupun motivasi bagi para tenaga pendidik.

Sementara keuntungan yang diperoleh peserta didik adalah mereka mendapatkan kesempatan menikmati kurikulum layaknya mengenyam pendidikan di luar negeri.

Namun, bila dicermati dengan seksama, pelaksanaan internasionalisasi yang diatur dalam draft Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) justru menimbulkan berbagai dampak negatif. Seperti yang diungkapkan salah seorang anggota DPR Komisi X, Raihan Iskandar.

RUU Perguruan Tinggi Terancam Disahkan, Kenapa Masih Diam?


Kontroversi Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) terus bergulir hingga hari ini, sebagai mahasiswa yang menjadi social control, sebaiknya kita peka terhadap hal-hal yang bisa menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Begitu juga dengan RUU PT yang hampir saja disahkan 1April kemaren, untung saja pemerintah masih mengulur waktu untuk pengesahan, dengan alasan masih banyak hal-hal yang harus dikaji dari RUU PT itu sendiri. Lalu, dari kita sendiri, seberapa tahukan kita terhadap RUU PT ini, kenapa harus di tentang, atau kenapa harus didukung? Sayangnya kita masih diam-diam saja, seakan-akan tidak ada hal besar yang akan terjadi dengan kita, seakan tak ada kerugian bagi kita. Boleh, jika tidak merugikan kita, karena beberapa keadaanlalu bagaimana dengan masyarakat dan teman-teman mahasiswa yang terkena dampak dari RUU ini, mari kita tilik lebih detail.

RUU PT dan Ancaman Komersialisasi


Maret 2010 Mahkamah Konstitusi membatalkan UU BHP karena dianggap hendak mengiring pendidikan ke ranah korporasi. Sejak
tolak
tolak
itulah terjadi kekosongan payung hukum bagi kampus yang berstatus BHMN (UI, UGM, ITB, IPB, UPI, UNAIR, dan USU). Lantas pemerintah mengeluarkan PP No. 66 tahun 2010 yang berlaku per tgl 28 September 2010 sebagai talangan atas kebutuhan hukum sekaligus langkah akomodasi terhadap kritik dan penolakan UU BHP. Dalam PP tersebut dijelaskan pula bahwa Perguruan Tinggi BHMN harus kembali ke status PTN dengan masa transisi tiga tahun. Tapi tampaknya para pimpinan PT BHMN keberatan terhadap amanat tersebut sehingga mendesak kepada Pemerintah untuk menyusun UU baru mengenai PT BHMN. Maka lahirlah kemudian rancangan undang-undang PT atau RUU PT yang sekarang sedang ramai dibicarakan.

FKMU Gelar Aksi Tolak RUU PT


Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Universitas (FKMU), Lingkar Studi Aksi Untuk Demodrasi (LS-ADI), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Kommite Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan (Kompak), Serikat Mahasiswa Gerakan Indonesia (SGMI) dan Kommite Aksi Mahasiswa Jakarta (Kamjak) berunjuk rasa di depan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruana (FITK) UIN Syarif Hidayatullah, Selasa (26/6) pagi. Mereka menolak Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT) yang dinilai merugikan mahasiswa.

Senin, 25 Juni 2012

Mahasiswa Itu Petani Intelektual


Sebenarnya membicarakan mahasiswa sebagai Direct Of Change,   Agent Of ChangeIron Stock,  Moral Force, Social Control merupakan hal yang sangat usang jika kita bicarakan saat sekarang ini, karena di mata masyarakat mahasiswa telah mengalami redupsi identitas. Betapapun demikian realitanya, sekarang sudah saatnya mahasiswa untuk berbenah diri dan mengupayakan untuk mengembalikan kepercayaan yang telah hilang dari masyarakat.

Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting di tengah – tengah interaksi sosial masyarakat. Mahasiswa dituntut untuk berusaha menjadi subjek yang mampu merobah realitas ekstensialisnya untuk menjadikan makhluk yang manusiawi. Melihat perlunya para Mahasiswa dibebaskan dari belenggu perkuliahaan, yaitu suatu kebebasan dari kecenderungan. Mahasiswa yang menganggap bahwa kuliah hanyalah satu – satunya sumber dari pengetahuan ilmu. Untuk itu, untuk memliki kesadaran akan sebuah realitas, maka dibutuhkanlah suatu pendidikan atau ilmu yang memberikan pengajaran yang berbasiskan realitas kehidupan.

RUU Pendidikan Tinggi dan Banalitas Intelektual: Sebuah Kritik Epistemik


Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
Kepala Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM

Sudah tiga bulan terakhir ini, kita tak mendengar kabar mengenai RUU Pendidikan Tinggi. Kabar terakhir awal April lalu, pemerintah mengajukan usulan perbaikan kepada DPR, dan diterima. Pengesahan pun, yang sempat kami tolak di mana-mana karena tidak representatif dan banyakngawur-nya, akhirnya ditunda.

Sekarang, sudah tiga bulan draft itu mengendap di ruang wakil rakyat yang sesungguhnya tak mewakili kita. Tapi, sikap saya masih sama dan tegas: menolak pengesahan itu. Beberapa argumentasi sudah saya kemukakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, dan mungkin ini menegaskan kembali argumen-argumen tersebut.

Tanggung Jawab Pendidikan
Semangat dari banyak pasal dari RUU Pendidikan Tinggi adalah memindahkan tanggung jawab pendidikan dari negara ke masyarakat atas dalih otonomi. 'Pemindahan' tanggung jawab negara ke masyarakat itu, misalnya, tercermin dari pemilahan bentuk-bentuk badan hukum pendidikan tinggi (Pasal 66), wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi” (Pasal 69), memungkinkan perguruan tinggi asing menyelenggarakan pendidikan di Indonesia (pasal 94), dan lain sebagainya.

Minggu, 24 Juni 2012

Beramai-ramai Mengkritik RUU Pendidikan Tinggi


      Apabila melihat dari judulnya, Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) mengatur secara luas mengenai pendidikan tinggi. Namun apabila dilihat pada substansinya, porsi pengaturan dalam RUU ini lebih dominan pada pengaturan mengenai perguruan tinggi, khususnya tata kelola perguruan tinggi. Selain itu, dari sejarah pembentukannya pun, yang tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011 sebagai RUU prioritas, judul RUU ini adalah RUU Tata Kelola Pendidikan Tinggi. Namunkemudian melalui rapat internal di Komisi X DPR disepakati berubah menjadi RUU Pendidikan Tinggi.
Dasar pemikiran munculnya RUU Pendidikan Tinggi ini adalah untuk merespon adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, yang salah satu implikasinya adalah menjadikan Undang-undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) secara keseluruhan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam RUU PT memang terdapat ketentuan mengenai standar biaya operasional pendidikan tinggi yang menurut Panja mampu melindungi mahasiswa yang tidak mampu untuk tetap dapat menikmati pendidikan tinggi. Kedepan maka akan ada indeks kemahalan biaya kuliah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi setempat. Hal tersebut terdapat dalam pasal 90.
Namun, kami mengingatkan bahwa Pasal 13 ayat 2 huruf c Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengatur bahwa pendidikan tinggi mengarah ke cuma-cuma. Hal tersebut tidak terlihat dalam RUU PT, bahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Ekosob tersebut sama sekali tidak dicantumkan oleh DPR. Padahal Komnas Pendidikan pada 5 Desember 2011 dalam audiensinya dengan Panja Komisi X telah mengingatkan Panja untuk memasukkan Kovenan Ekosob sebagai pertimbangan. 

RUU PT Bermasalah


     Undang Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Pemerintah mempunyai kewajiban memberikan pendidikan kepada rakyatnya. Itu artinya, pemerintah mesti berupaya memberikan pendidikan berkualitas dengan biaya semurah-murahnya –bahkan gratis—kepada seluruh rakyatnya. Namun, fakta yang terjadi saat ini, pendidikan sulit dijangkau rakyat, kendati anggaran pendidikan sudah 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dan biaya pendidikan itu makin melambung tinggi manakala nanti RUU Pendidikan Tinggi (PT) disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU) Pendidikan Tinggi. Pasalnya, RUU ini meliberalisasikan pendidikan tinggi di Indonesia.

Kontroversi Berulang di RUU PT


d


Menurut rencananya, Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) disahkan dalam sidang paripurna DPR pada 10 April 2012 lalu. Namun, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta agar pengesahan RUU PT ditunda. Alasannya, ada tiga hal yang perlu ditambahkan dalam RUU tersebut, yaitu peran pendidikan tinggi untuk menyiapkan pemimpin bangsa ke depan, melakukan transformasi demokrasi, serta menjawab konvergensi budaya dan peradaban.
Kepada wartawan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh menjelaskan bahwa pengetahuan manusia yang semakin hari semakin luas harus bisa diantisipasi oleh perguruan tinggi. Untuk itu, diperlukan peradaban bangsa yang kuat sehingga dalam proses pembauran menjadi peradaban dunia, warna khas bangsanya masih muncul. “Untuk mengantisipasi, perguruan tinggi disiapkan menyambut konvergensi,” ujarnya.
Secara kronologis, Utut Adianto, anggota Komisi X DPR RI menyatakan, latar belakang inisiatif DPR menyusun RUU PT karena UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menilai, UU tersebut bertentangan dengan UU 1945. “RUU PT dilatarbelakangi oleh pembatalan UU BHP oleh MK,” ujarnya pada seminar dengan LBH di Yogyakarta.

Senin, 18 Juni 2012

Catatan untuk RUU PT


Topik ini sudah cukup lama bergulir. Kurang lebih setahun, sejak pertama kali disosialisasikan oleh DPR. Hampir setahun juga RUU ini menuai kontroversi. Bagi saya yang saat ini tengah mengenyam pendidikan tinggi, tentu menjadi bahan yang wajib untuk diperhatikan, karena akan berdampak langsung dalam proses belajar kami saat ini.

Sekitar bulan April lalu Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT) telah direvisi kembali dan disosialisasikan pada masyarakat. Secara garis besar Naskah RUU tersebut berisi otonomisasi perguruan tinggi, yang berarti Perguruan Tinggi di Indonesia akan berstatus tidak lagi tangani di bawah pemerintah langsung.

ADA TANGAN ASING DIBALIK RUU PENDIDIKAN TINGGI

Substansi Rancangan Undang-Undang pendidikan tinggi menunjukkan kemungkinan adanya keterlibatan pihak asing dalam mengatur pendidikan di tanah air. Menurut pengajar pada Universitas Paramadina yang mendalami teori konspirasi Mohammad Abduhzen, apabila RUU pendidikan tinggi disahkan maka hanya orang-orang kaya saja yang dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Indonesia dibalik RUU PT


Demam RUU sepertinya sedang melanda negeri ini. Belum hilang kontroversi RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender), publik sudah dikejutkan lagi dengan RUU PKS (Penanganan Konflik Sosial). Kalangan mahasiswa pun tak kalah panas dengan RUU PT (Perguruan Tinggi) yang ditandai dengan gelora aksi penolakan yang muncul di berbagai kampus.

Sekilas dari namanya, RUU ini tidak menyiratkan sesuatu yang mesti dikritisi, namun jika dikaji, jelas tercium aroma liberalisasi pendidikan. Atau dalam arti lain RUU ini menampakkan upaya-upaya untuk memindahkan tanggung jawab negara atas pendidikan kepada masyarakat, terutama dalam hal pendanaan. Misalnya saja pasal 69, yakni “Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi” (ayat 3e) berarti perguruan tinggi berhak untuk melakukan praktik komersialisasi semisal fasilitas kampus.

Kader Pencak Silat IMM Tangerang Selatan Jajal Kemampuan di Rusia

Fesbuk Banten News

FESBUK BANTEN News – Setidaknya dalam sebulan, Indra Kurniawan, kader sekaligus salah satu pendiri IMM Tangerang Selatan, yang saat ini mendapat beasiswa pascasarjana di kampus RUDN Rusia telah membuktikan bahwa kehadirannya dan sesama mahasiswa Indonesia lain di rusia tidak hanya belajar.

Pendidikan Dan Masa Depan Pemuda

pendidikan-karikatur


Pemuda yang tak bercita-cita, kata Bung Karno, bukan pemuda. Bila pemuda tak punya cita-cita, ia dianggap “sudah mati sebelum mati”. Makanya, seorang pemuda harus menggantungkan cita-citanya setinggi bintang di langit. Tercapai dan tidaknya cita-cita tergantung dari kerja keras. Begitulah Bung Karno membangkitkan pemuda. Pendek kata, cita-cita besarlah yang akan menggerakkan perubahan besar.
Nah, ada hal yang cukup mengkhawatirkan. Pamela Nilan, seorang guru besar di Universitas Newcastle, Australia, baru-baru ini melakukan penelitian tentang sikap pemuda Indonesia melihat masa depan. Hasil penelitian Pamela cukup mengejutkan: sebagian besar pemuda, khususnya dari klas sosial di bawah, menganggap masa depan mereka sangat suram. Salah satu penyebabnya adalah mahalnya biaya pendidikan.

Tolak RUU Pendidikan Tinggi


Lebih dari 400 permohonan uji materi diajukan ke MK, 2003 hingga Mei 2012. Sebanyak 27 persen UU dibatalkan, indikasi parahnya proses legislasi kita.
RUU Pendidikan Tinggi (PT), salah satu RUU yang sedang dibahas DPR, termasuk yang perlu memperoleh perhatian cermat. Berbagai pihak, di antaranya Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), menolak pengesahan RUU PT menjadi UU.
Alasannya antipluralisme, diskriminatif, melanggar hak asasi, dan etatis. Seperti disampaikan Ketua Umum ABPPTSI Thomas Suyatno, asosiasi keberatan dengan otonomi yang dimaknai lepas dari badan penyelenggaranya seperti yayasan. PTS dan badan penyelenggara merupakan kesatuan.

Komisi X Desak Pemerintah Selesaikan RUU PT



Oleh: Riza Pahlevi 


INILAH.COM, Bandung - Penggodokan Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU-PT) tak kunjung selesai. Padahal, Perguruan Tinggi (PT) sudah memulai membuka pendaftaran bagi calon mahasiswa barunya.

Saat ini, draft RUU PT masih dalam pembahasan pemerintah yang memiliki kewenangan. "Untuk ditingkat DPR RI pembahasan RUU PT sudah tuntas, sekarang draft tersebut masih ditangan pemerintah. Jadi saat ini kami dari komisi X hanya menunggu keputuasannya saja," kata Popong Otje Djundjunan anggota DPR-RI komisi X saat ditemui di kediaman Jumhur Hidayat, Jalan Babakan Jeruk I Kota Bandung, Minggu (10/6/2012).

Liberalisasi Pendidikan Atawa Penjajahan?

Oleh : Maryama Nihayah (Mahasiswi Psikologi UGM 2009)


Globalisasi menampakkan euforianya di banyak negara sejak berabad-abad yang lalu. Sistem ekonomi, sosial, politik, pendidikan tidak bisa dilepaskan dari globalisasi. Globalisasi seakan memberikan kesadaran semu bahwa apa yang kita dapatkan selama ini adalah baik sebatas itu sesuai dengan permintaan pasar. Dalam hal ini, disadari atau tidak, globalisasi hanya berlaku sebagai dogma tanpa memberikan kesempatan kritis terhadap apa yang sebenarnya terjadi.
Globalisasi menurut Stiglitz (2003), merupakan interdependensi yang tidak simetris antara negara, lembaga dan aktornya. Logika globalisasi diturunkan dari ideologi neo-liberalisme yang dalam filsafat politik kontemporer berafinitas dengan ideologi libertarianisme. Logika  ini mengarah  pada kebebasan pasar dan pembatasan peran negara (Kymlycka, dalam Effendi 2005). Tidak hanya itu, dalam globalisasi kekuasaan tertinggi diserahkan kepada mekanisme pasar. Neo Liberalisme percaya bahwa superioritas pasar merupakan mekanisme yang efektif untuk menjamin kemakmuran dan peningkatan kesejahteraan semua orang dan individu (Gelinas, dalam Effendi, 2005).
Di Indonesia, logika itu menjadi nyata melalui intervensi yang dilakukan oleh tiga lembaga multilateral yang oleh Richard Peet (dalam Efendi, 2005) disebut sebagai The Unholy Trinity, yaitu IMF, Bank Dunia, dan WTO. Hal tersebut berimplikasi pada komersialisasi dan komodifikasi sistem ekonomi global. Proses ini terjadi  melalui marjinalisasi kekuasaan dan otoritas negara-negara Dunia Ketiga di dalam pengaturan ekonomi nasional mereka.

Kader Pencak Silat IMM Tangerang Jajal Kemampuan di Rusia



Tribunners


Tribunnews.com - Sabtu, 9 Juni 2012 13:51 WIB

TRIBUNNEWS.COM -
 Setidaknya dalam sebulan, Indra Kurniawan, kader sekaligus salah satu pendiri IMM Tangerang Selatan, yang saat ini mendapat beasiswa pascasarjana di kampus RUDN Rusia telah membuktikan bahwa kehadirannya dan sesama mahasiswa Indonesia lain di rusia tidak hanya belajar.
Melekat dalam diri mereka predikat sebagai duta budaya bangsa. Predikat ini bukanlah suatu yang berlebihan. Pasalnya mereka berturut-turut mampu membuat publik Rusia dan negara lain terkagum akan kekayaan budaya Indonesia. Pada hari jumat, tanggal 4 mei 2012 mereka menampilkan rangkaian tari rantak berpadu dengan gerakan pencak silat di acara tahunan kampus RUDN bernama Planeta yugozapadnaya. Kekhasan penampilan tim indonesia membuat para tamu undangan dari seluruh dunia terpana. Alunan musik pengiring dan keindahan gerakan tari seakan membawa hati para penonton  melayang ke negeri subur dan makmur, Indonesia.

Komersialisasi Pendidikan : "Pendidikan Sebagai Komoditas”

Dalam memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 mei 2012 kemaren. Telah ada sejuta asa dan harapan yang telah digantungkan oleh para pahlawan dan rakyat Indonesia demi adanya perbaikan dan perubahan dari dan dalam sistem pendidikandi tanah air . Kali ini diskusi sosial politik membahas tentang komersialisasi pendidikan  yang  dijelaskan tentang bagaimana keadaan dari pendidikan tanah air mulai dari kasus pro-kontra terhadap keberadaan UAN yang dikatakan bermasalah dalam menentukan standart dari nilai kelulusan SMP dan SMA serta standart model soal satu daerah dengan daerah lainnya yang dikatakan sama saja, padahal kalau dibandingkan bagaimana kualitas dari pendidikan siswa-siswi di kota dengan daerah pedesaan (meskipun semua daerah tidak demikian). Selain masalah tersebut adanya rencana dari pemerintah Indonesia yang saat ini telah berjuang membentuk pendidikan mandiri sehingga mengakibatkan pendidikan telah menjadi komoditi yang sangat menguntungkan dan menjanjikan bagi beberapa kalangan yang dikatakan digunakannya sebagai alat untuk membantu pengembangan SDM (sumber daya manusia) padahal tidak seperti demikian. Pendidikan yang sejak dari dulu dikatakan milik semua warga masyarakat namun kenyataan tidak terealisasi.

Pendidikan Murah, Adakah di Negeri Ini?


Pendidikan adalah investasi. Sebuah negara yang ingin tumbuh besar, harus menanam investasi berupa pendidikan murah dan berkualitas bagi rakyatnya. Investasi pendidikan ibarat menyiram air ke permukaan tanah kering, air diserap begitu banyak namun tidak ada reaksi seketika. Yang ada hanya tanah yang semula kering menjadi basah, begitu saja. Namun jika setiap hari tanah itu disiram air maka dalam waktu tertentu kita akan menuai hasilnya, berupa tumbuhnya benih-benih yang kita tanam di tanah yang sudah gembur tersebut. Benih tumbuh menjadi pohon, lalu berbuah dan memberikan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan.
Demikianlah investasi pendidikan sebuah negara. Butuh dana yang besar untuk digelontorkan ke sektor pendidikan sehingga pendidikan mampu dijangkau oleh semua orang dengan harga murah dan bahkan gratis. Dana itu harus terus digelontorkan secara kontinyu, meski butuh waktu bertahun-tahun dan meski menghabiskan bertrilyun rupiah. Namun hasilnya luar biasa, jika besarnya dana pendidikan ini dibarengi dengan perbaikan kualitas pendidikan, akan lahir generasi cerdas yang siap memimpin negara ini di masa depan dan menjadikannya macan dunia.

RUU PT Mengkhianati Kemerdekaan





Semangat dan cita – cita pendidikan di indonesia,jelas tergambarkan pada undang undang dasar 1945(UUD 45) pada pasal 31 dan 32.pasal 31 ayat satu dan dua menjelaskan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.pada ayat dua dijelaskan bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintahan wajib membiayainya”.kehadiran Rancangan undang undang Perguruan tinggi ( RUU PT) semakin melegalitaskan lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap pembiayaan pendidikan di indonesia.

RUU PT Merusak Jantung Negara Indonesia



RUU PT Merusak Jantung Negara Indonesia
RUU PT Merusak Jantung Negara Indonesia
Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah jantungnya Negara, jika pendidikan sudah tidak dinamis maka kaum kaum muda (khususnya Mahasiswa)yang akan menjadi harapan masa depan Bangsa Indonesia. maka tidak akan jauh berbeda kelakuaanya dengan penjabat-penjabat sekarang yang Moralnya sudah semakin terkikis, bahkan sudah tidak ada! buktinya adalah korupsi sekarang semakin merajalela di Negara tercinta ini, semakin banyaknya penjabat-penjabat yang teriak-teriak tentang Pancasila tetapi berfaham Neoliberalis.

Kita, RUU PT, dan Pro Kontra yang Menyertainya

RUU PT. apa sih itu? Kenapa ramai sekali diperbincangkan di media? Apa dampaknya buat kita?

Oke. Mari kita bicarakan bersama.

RUU PT ini muncul dilatar belakangi akan adanya desakan dari tujuh buah perguruan tinggi berbadan hukum milik negara (PT BHMN) yang seakan kehilangan payung hukum pasca pembatalan UU BHP (Undang Undang Badan Hukum Pendidikan) oleh MK pada Maret 2010.  Dan akibat pembatalan itu landasan hukum dari PT BUMN kembali ke PP (Peraturan Pemerintah) untuk masing masing PT. Sementara itu, PP dinilai masih terlalu lemah dalam kekuatan hukum sehingga dianggap perlu untuk membuat suatu undang undang yang mengatur tentang pendidikan tinggi. Atas dasar itulah RUU PT dianggap perlu untuk dibuat.
Seperti yang telah kita ketahui, munculnya RUU selalu menuai Pro dan Kontra. Berdasarkan studi dari beberapa koresponden dan kajian terhadap draft RUU PT terakhir yaitu tanggal 4 April 2012, maka terlihatlah kontradiksi pendapat-pendapat yang mengkritisi munculnya RUU PT ini.

Analisis RUU PT (2)


Pendidikan tinggi merupakan salah satu jenjang dalam penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan untuk membangun taraf kebudayaan rakyat baik dalam bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyelenggaraan pendidikan tinggi yang melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tentunya dapat dimanfaatkan oleh rakyat untuk mendayagunakan segala macam potensi alam yang ada disekitarnya baik untuk pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, perindustrian dan  pertambangan. Selain itu, kemajuan tersebut juga dapat dipergunakan untuk pengembangan telekomunkasi dan transportasi yang bisa dimanfaatkan rakyat dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam menyukseskan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa tentunya dibutuhkan kebijakan yang mampu mewujudkan hal tersebut. Namun, pendidikan tinggi sejak adanya GATS (General Agreement on Trade and Services) yang ditanda tangani oleh puluhan negara termasuk Indonesia merupakan satu bentuk dominasi dan kooptasi yang dilakukan oleh kapitalis monopoli internasional (Impeiarialisme). Dalam kesepakatan tersebut, pendidikan tinggi dijadikan salah satu komoditas dari 12 komoditas jasa yang dapat diperdagangkan dalam bentuk jasa penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Analisa Terhadap Rancangan Undang Undang Pendidikan tinggi (1)


Berikut analisa mengenai Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang sampai hari ini masih menjadi bahan perdebatan dan menurut rencana, tanggal 10 April 2012 nanti akan disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI. Analisa ini akan diawali dengan landasan negara mengenai pendidikan di Indonesia, lebih khusus terkait peran negara terhadap pendidikan di Indonesia. Hal ini penting untuk kita ketahui agar memiliki landasan yang kuat dan berdasar ketika memiliki argumen atau analisa terhadap RUU PT ini. Kemudian berlanjut pada sejarah singkat peraturan mengenai pendidikan di Indonesia dan teakhir analisa terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

INVESTASI MAHASISWA

Oleh: Andy Wiyanto


Investasi secara etimologi berarti penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan dengan tujuan memperoleh keuntungan (kamus besar bahasa Indonesia). Istilah ini secara terminologi mengalami perluasan makna sehingga tidak hanya diartikan sebagai penanaman uang atau modal saja. Investasi juga tidak hanya dalam ranah perusahaan atau dunia usaha, tetapi dapat diartikan lebih luas hingga dalam ranah pembangunan. Sementara itu sumber daya manusia merupakan sumber daya yang cukup menentukan disamping sumber daya alam sebgai modal utama dalam pembangunan.
Investasi sumber daya manusia merupakan sebuah keniscayaan dalam pembagunan. Hal penting dalam sebuah pembangunan adalah turut membangun “manusia” disamping membangun fisik. Atas spirit itulah Bung Karno pada masanya acapkali menanamkan nation and character building bagi segenap rakyat Indonesia.

PAHAM KEDAULATAN RAKYAT DALAM BINGKAI KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Oleh : Andy Wiyanto


Tahun 1908 menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia karena pada tahun ini tujuan bersama telah dirumuskan oleh pemudi-pemuda yang memiliki latar belakang yang sama dalam kongres pemuda pertama. Adanya kesadaran yang demikian sebagai titik nadir dari perjalanan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Artinya kita beranjak tidak dari golongan tertentu dan kemerdekaan merupakan cita-cita bersama.

Indonesia dirumuskan sebagai negara yang menyerahkan pemerintahnya kepada masyarakat (baca: republik), dengan demikian pemerintahan tidak didasarkan atas satu orang atau bahkan satu golongan manapun. Pemerintahan Republik Indonesia didirikan oleh “semua buat semua”, sehingga kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Berbicara mengenai kedaulatan rakyat setidaknya ada dua persoalan yang perlu untuk diuraikan.

DEMONSTRASI ANARKIS CIDERAI PROSES DEMOKRATISASI

Oleh: Andy Wiyanto

Demonstrasi merupakan penjewantahan aspirasi rakyat yang tidak terbendung oleh pemerintah melalui kebijakannya. Demonstrasi juga menjadi urgent ketika fungsi check and balances tidak lagi optimal dalam organ penyelenggara negara. Pendek kata, demonstrasi adalah wujud partisipasi rakyat dalam pemerintahan dan menjadi kontrol atas penyelenggaraan negara oleh wakil rakyat. Demonstrasi menjadi penting sebab merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu demonstrasi sebagai hak warga negara yang bebas menyampaikan pendapatnnya haruslah dilakukan secara bertanggung jawab.

Begitu pentingnya demonstrasi hingga diatur dalam instrumen HAM nasional, yaitu Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Demonstrasi sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang keberadaannya dijamin secara konstitusional di Indonesia.

NASAKOM: Dibelokkan Untuk Legitimasi

Oleh: Andy Wiyanto


Masih jelas dalam ingatan ketika sekolah dulu di era orde baru, seorang guru Pendidikan Moral Pancasila (PMP) mengatakan pada murid-muridnya bahwa konsep nasionalis, agamis dan komunis yang biasa disingkat nasakom merupakan konsep yang keblinger. Suatu konsepsi yang pernah digulirkan oleh Bapak Bangsa yang sesungguhnya mengingatkan kita akan pentingnya persatuan. Dikatakan keblinger dengan dalih tidak mungkin menyatukan antara agama dengan komunisme, tanpa memandang hal tersebut dengan substantif. Menjadi suatu hal yang lazim ketika itu, bahwa sejarah acapkali dibelokkan. Tidak hanya nasakom, misalnya peristiwa G 30S atau yang secara faktual disebut oleh Bung Karno sebagai Gestok juga dibelokkan.

IMM ; KPK Jangan Khianati Amanat Rakyat!



Hukum_Kriminal - Senin 18 Juni 2012 21:38
TANGSEL - Wabah korupsi merebak dalam segala lini kehidupan negara. Pasca reformasi dibentuklah KPK (Komisi Pemberantasn Korupsi) yang concern untuk menanggulangi wabah tersebut. Celakanya, hingga kini KPK masih belum bernyali untuk menuntaskan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara secara signifikan. Bahkan sebagian kalangan menilai KPK tebang pilih dalam melakukan penuntasan kasus korupsi di Indonesia.

Demikian disampaikan Ketua Umum IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Andy Wiyanto. IMM menyerukan agar KPK tidak melakukan pencitraan dalam penanganan kasus-kasus korupsi.

Kamis, 07 Juni 2012

Kekuatan Pemerintah Memasung Kebebasan Kampus


Beberapa akademisi menyebut beberapa pasal dalam RUU Perguruan Tinggi yang menggambarkan besarnya kewenangan pemerintah. Dalam Pasal 73 ayat 5, misalnya, disebutkan bahwa dosen dapat dirotasi pada PTN yang berbeda. Kewenangan merotasi itu ada di tangan menteri. Aturan ini, menurut Imam, berpotensi memberi wewenang kepada menteri untuk membungkam dosen-dosen yang kritis. "Jangan harap nanti ada dosen kritis terhadap kebijakan pemerintah. Ini akan terjadi. Academic freedom benar-benar terancam," ujarnya.
RUU itu juga memberikan kewenangan besar kepada menteri dalam hal pemberian dan pencabutan izin penyelenggaraan program studi (Pasal 7 ayat 4 huruf e). Menteri pun diberi kewenangan mengatur hasil penelitian (Pasal 46 ayat 4), pengabdian kepada masyarakat (Pasal 48 ayat 5), sampai urusan kemahasiswaan (Pasal 13 ayat 7). Wajar kalau anggapan bahwa dunia pendidikan tinggi akan dikembalikan ke era NKK/BKK muncul.
Di awal era Orde Baru, kekuatan pemerintah yang besar memang telah memasung kebebasan di kampus. Puncaknya adalah terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus dan Nomor 037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Era tersebut menjadi masa-masa yang traumatik bagi kehidupan kampus. "Saya termasuk yang berada dalam era traumatik waktu masuk UI," kata Imam.
Ia masih ingat, ketika itu betapa besar intervensi pemerintah terhadap kehidupan akademik di kampus. "Pak Juwono Sudarsono waktu itu sempat salah bicara. Statement-nya kira-kira, pemerintah yang dalam proses pembusukan tidak usah didemo. Dia akan jatuh sendiri. Akhirnya ada surat dari menteri melarang dia mengajar," tutur Imam mengenang era traumatik itu. Wajar jika para akademisi tersebut tidak ingin masa-masa seperti itu terjadi lagi. (MAG)

Jaminan Bergeser Menjadi Kewenangan


Awalnya, tema besar RUU PT adalah memberikan jaminan terhadap otonomi perguruan tinggi dalam rangka penjaminan mutu. Saat itu, dari Komisi X DPR yang banyak terlibat adalah Herry Akhmadi dan Rully Chairul Azwar. DPR juga menunjuk Profesor Johannes Gunawan, guru besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, sebagai pendamping ahli.
Entah siapa yang menginisiasi, tema itu kemudian bergeser, dan RUU itu mulai memberikan kewenangan besar kepada menteri. Peran Herry Akhmadi dan kawan-kawan, termasuk Prof. Johannes Gunawan, pun dikurangi. Herry Akhmadi dipindahkan ke Komisi I, sedangkan Johannes Gunawan digantikan Prof. Anwar Arifin, mantan anggota DPR yang juga guru besar Universitas Hasanuddin, Makassar.
Belakangan, Johannes Gunawan mengundurkan diri karena draf yang disusun kemudian melenceng dari semangat awal. Sempat beredar kabar di kalangan pendidikan tinggi, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Prof. Djoko Santoso, juga berperan besar dalam menyusun draf RUU PT yang membatasi otonomi kampus ini. Mereka kabarnya didukung Sekretaris Kabinet Dipo Alam dan Mendikbud Muhammad Nuh. (MAG)

Baju BHMN Berganti BLU


RUU PT sendiri dirancang untuk menggantikan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Untuk mengisi kekosongan hukum pasca-pembatalan itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2010 pada 28 September 2010. Namun beleid ini dianggap sebagai langkah mundur pelaksanaan otonomi perguruan tinggi.
PP itu mengatur, perguruan tinggi yang bestatus badan hukum milik negara (BHMN) secara bertahap harus menyesuaikan status menjadi badan layanan umum (BLU) atau satuan kerja (satker) di bawah kementerian. "PP 66 itu membuat perguruan tinggi kembali di bawah Mendikbud. Politik masuk lagi ke dalam perguruan tinggi," kata Siti Adiprigandari Adiwoso dari UI.
Guru besar Institut Teknologi Bandung Satryo Sumantri Brodjonegoro menilai, jika PT-BHMN menerima kembali menjadi satker atau BLU, akan berbahaya. Sebab akan terjadi legitimasi bahwa konsep BHMN gagal. "Ini memang diharapkan para birokrat karena mereka tidak berniat mengubah Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Kepegawaian Negara," ujarnya.
Jika PTN otonom, menurut Satryo, pengelolaan keuangan dan kepegawaian juga harus otonom. Hal ini memang bisa jadi urusan rumit karena harus mengubah beberapa poin dalam dua undang-undang tadi. Masalahnya, jika PTN tetap menjadi satker atau BLU, ada rumitnya juga. Sebab setiap penerimaan PTN dari SPP mahasiswa harus digolongkan sebagai penerimaan negara. "Apakah tepat jika penerimaan itu digolongkan menjadi penerimaan negara bukan pajak?" katanya.
Masalah pendanaan memang menjadi salah satu urusan krusial dalam RUU ini. Ada kesan, setiap PTN yang diberi status badan hukum harus bisa berdiri sendiri menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi tanpa adanya subsidi pemerintah. Hal ini dikhawatirkan banyak kalangan akan membuat status PTN tak ubahnya perguruan tinggi swasta (PTS).
Pasal 87 ayat 1 RUU PT memang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pendanaan pendidikan tinggi lewat APBN. Hanya saja, Pasal 88 ayat 1 dan Pasal 89 ayat 1 juga mengatur soal peran masyarakat dan perguruan tinggi dalam urusan pembiayaan ini. Dikhawatirkan, PTN yang diberi status badan hukum menjadi PTN yang mahal lantaran pemerintah tak sepenuhnya mendanai.(MAG)