lennon

lennon

Kamis, 07 Juni 2012

Kekuatan Pemerintah Memasung Kebebasan Kampus


Beberapa akademisi menyebut beberapa pasal dalam RUU Perguruan Tinggi yang menggambarkan besarnya kewenangan pemerintah. Dalam Pasal 73 ayat 5, misalnya, disebutkan bahwa dosen dapat dirotasi pada PTN yang berbeda. Kewenangan merotasi itu ada di tangan menteri. Aturan ini, menurut Imam, berpotensi memberi wewenang kepada menteri untuk membungkam dosen-dosen yang kritis. "Jangan harap nanti ada dosen kritis terhadap kebijakan pemerintah. Ini akan terjadi. Academic freedom benar-benar terancam," ujarnya.
RUU itu juga memberikan kewenangan besar kepada menteri dalam hal pemberian dan pencabutan izin penyelenggaraan program studi (Pasal 7 ayat 4 huruf e). Menteri pun diberi kewenangan mengatur hasil penelitian (Pasal 46 ayat 4), pengabdian kepada masyarakat (Pasal 48 ayat 5), sampai urusan kemahasiswaan (Pasal 13 ayat 7). Wajar kalau anggapan bahwa dunia pendidikan tinggi akan dikembalikan ke era NKK/BKK muncul.
Di awal era Orde Baru, kekuatan pemerintah yang besar memang telah memasung kebebasan di kampus. Puncaknya adalah terbitnya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef Nomor 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus dan Nomor 037/U/1979 tentang Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Era tersebut menjadi masa-masa yang traumatik bagi kehidupan kampus. "Saya termasuk yang berada dalam era traumatik waktu masuk UI," kata Imam.
Ia masih ingat, ketika itu betapa besar intervensi pemerintah terhadap kehidupan akademik di kampus. "Pak Juwono Sudarsono waktu itu sempat salah bicara. Statement-nya kira-kira, pemerintah yang dalam proses pembusukan tidak usah didemo. Dia akan jatuh sendiri. Akhirnya ada surat dari menteri melarang dia mengajar," tutur Imam mengenang era traumatik itu. Wajar jika para akademisi tersebut tidak ingin masa-masa seperti itu terjadi lagi. (MAG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar