lennon

lennon

Rabu, 11 April 2012

RUU Perguruan Tinggi Liberalisasi Pendidikan



Tribunnews.com



Tribunnews.com - Selasa, 10 April 2012 10:06 WIB


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi (RUU PT), menyebutkan, pendanaan dan pengelolaan PT diserahkan kepada pihak universitas dengan dalih otonomi kampus sebagaimana dimaksud Pasal 48 Ayat 1 serta Pasal 50 Ayat 1 dan 3.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menilai, ketentuan itu akan muncul penetapan biaya pendidikan oleh rektor. IMM mensinyalir adanya upaya pemerintah melepas tanggungjawab membiayai pendidikan. Hasil akhirnya, adalah privatisasi dan bisnis pendidikan.
"RUU PT tak lebih dari Undang-Undang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memberi kebebasan kepada pengelola perguruan tinggi mencari dan mengelola keuangan," kata Andy Wiyanto selaku Ketua Umum IMM Cabang Tangerang Selatan, dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Selasa (10/4/2012).
Pengesahan RUU ini, lanjut Andy, memberi celah akan biaya pendidikan perguruan tinggi yang semakin mahal sehingga tidak terjangkau mahasiswa dari keluarga kurang mampu (miskin). "Negara seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa," ketusnya.
Menurut Andy, RUU PT merupakan langkah pemerintah sebagai upaya liberalisasi pendidikan dengan berkedok sekolah standar internasional. Pasalnya, dalam RUU PT, sambungnya, termuat semangat liberalisasi dan komersialisasi pendidikan. "Ini bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat," tegasnya.
Selain itu, Pasal 89 ayat 1 RUU tersebut menegaskan bahwa perguruan tinggi asing dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah NKRI. Secara alamiah, akan banyak peminat dari masyarakat Indonesia untuk berkuliah di PT yang diselenggarakan pihak asing.
"Maka dengan adanya pasal ini, dapat membuat ketidakseimbangan kondisi pendidikan tinggi di Indonesia," ungkap Andy.
IMM berpendapat, pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara persaingan bebas. "Persaingan bebas justru akan merugikan bila tidak proporsional antara kebebasan dengan sumberdaya yang ada. secara sederhana bisa dipahami (siapa kuat, dia yang menang)," terang Andy.
Oleh karena itu, IMM Cabang Tangerang Selatan berpandangan kehadiran perguruan tinggi asing, karakter pendidikan Indonesia dan kearifan lokalnya akan terancam. "Pemerintah seharusnya menciptakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat 3 UUD 1945," tegasnya.


Penulis: Edwin Firdaus  |  Editor: Rachmat Hidayat



http://www.tribunnews.com/2012/04/10/ruu-perguruan-tinggi-liberalisasi-pendidikan#https://www.facebook.com/andy.wiyanto.7

Selasa, 10 April 2012

UKM TEKAN KEMISKINAN DI INDONESIA


Berdasarkan hasil survey badan pusat statistik (BPS) tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Naik atau turunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya, penurunan harga kebutuhan pokok, naiknya upah serta adanya bantuan pemerintah berupa BLT, raskin dan BOS. Dari beberapa faktor tersebut masyarakat ada pada posisi yang tidak menentukan, karena faktor-faktor tersebut amatlah bergantung dari mekanisme pasar dan pemerintah. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama, sebab tanpa ada upaya aktif oleh segenap lapisan masyarakat, tingkat kemiskinan di Indonesia tidak dapat ditekan dengan serendah-rendahnya.
Bila kita jeli melihat persoalan ini, sesungguhnya ruang pengentasan kemiskinan di Indonesia masih terbuka lebar. Masyarakat memiliki potensi untuk menggunakan kemampuannya masing-masing dengan peningkatan usaha kecil menengah (UKM). Selain itu UKM juga memiliki peran yang strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja. Bahkan UKM terbukti lebih tangguh daripada usaha skala besar dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kendatipun UKM memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian indonesia, hingga saat ini UKM cukup identik dengan pedagang kaki lima. Usaha dan kerja keras dibutuhkan untuk merubah imej UKM yang tadinya lekat dengan pedangang kaki lima menjadi naik ke permukaan. Untuk itulah para pelaku UKM harus memiliki spirit kewirausahaan, sehingga tidak cepat puas oleh apa yang mereka dapatkan.
Di sisi lain jiwa wirausaha menjadi urgent mengingat berlimpahnya sumber daya manusia di Indonesia sementara lapangan pekerjaan yang tersedia amatlah terbatas. Lowongan pekerjaan di perusahaan swasta tidaklah dapat memenuhi para lulusan SMA dan Perguruan Tinggi yang membludak. Angka kebutuhan penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun juga demikian, justru sebaliknya banyak tenaga namun lahan garapan telah habis digarap. Selain itu tingkat Pemutusan Hubungan Kerja dan sistem kerja kontrak juga menghantui para pencari kerja maupun mereka yang sudah bekerja dengan mendapatkan upah. Kondisi ini pada akhirnya memaksa kita untuk “mengekspor” tenaga kerja ke luar negeri yang umumnya sebagai pekerja kasar.
Mimpi buruk itu tidak perlu terjadi bila kita memiliki jiwa wirausaha yang mantap. Sehingga kedepannya kita tidak perlu “membangun” negeri orang, karena segala sumber daya alam di Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup setiap masyarakat. Praktek suap menyuap dan nepotisme dalam penerimaan PNS juga tidak perlu terjadi, apalagi mereka yang bekerja sebagai pegawai tingkat menengah kebawah juga akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya yang mendasar. Sebagai contoh, bila ada pegawai dengan gaji 3 juta per bulan yang ingin membeli rumah dengan harga 300 juta. Maka ia harus menabung selama 100 bulan atau 8 tahun lebih. Itupun mereka harus menabung seluruh gajinya tanpa dipotong kebutuhan hidup lainnya. Dengan kenyataan hidup yang seperti ini seharusnya kita merubah paradigma berfikir kita dengan paradigma baru. Paradigma yang tadinya kebanyakan orang tua amat memimpikan anak-anaknya untuk menjadi pegawai negeri sipil, maka kini mulai memikirkan agar anak-anaknya memiliki jiwa wirausaha yang mandiri dan bukan sebagai pencari kerja.
Gambaran diatas memberikan angin segar bagi perkembangan dunia UKM di Indonesia. Karena laju perkembangan UKM adalah sejalan dengan laju perekonomian nasional yang ditopang oleh ekonomi kerakyatan. Bila masyarakat bisa memberdayakan UKM dengan maksimal, maka masyarakat akan mandiri secara finansial yang berarti turut menekan angka kemiskinan di Indonesia. Untuk itulah perlu diciptakan iklim usaha  yang kondusif dengan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, serta penyederhanaan perizinan dan birokrasi. Selain itu masyarakat juga harus jeli melihat peluang usaha, terlebih dengan sumber daya alam lokal yang masih belum tereksplorasi dengan optimal. Dalam hal pembiayaan juga perlu dibuka kesempatan yang luas dan mudah bagi para wirausahawan untuk mengembangkan usahanya.***

MAHKAMAH KONSTITUSI BERIKAN TELADAN


Seakan melawan arus yang ada, MK membuktikan dirinya sebagai lembaga negara yang modern di Indonesia. Kemudahan akses yang luar biasa dapat dinikmati rakyat Indonesia mulai dari langganan majalah dan jurnal konstitusi yang bebas biaya, hingga kemudahan memperoleh putusan bagi para pihak yang berperkara. Untuk para peminat hukum tata negara, MK juga menyediakan perpustakaan yang apik dengan segudang koleksi literatur yang tersedia.

Bagi masyarakat umum, kesan angker dan angkuh untuk aparat penegak hukum langsung ambruk ketika kita memasuki gedung MK. Para pegawai mulai dari petugas keamanan hingga petugas perpustakaan jauh dari kesan para birokrat yang bertele-tele. Dengan kedisiplinan dan keramahan pelayanan yang jarang dijumpai pada petugas lembaga negara lain, mereka membuat nyaman rakyat yang sedang berkunjung hingga merasa berada di rumah sendiri.

Tidak ketinggalan para hakim juga memberikan kontribusinya yang tidak hanya dalam bentuk putusan yang progresif, namun juga bagi dunia akademis berupa buku-buku yang ditulisnya. Prof. Mahfud misalnya, dengan gaya bahasa yang enak dibaca kita seperti sedang membaca koran ketika membaca karya-karyanya. Sepertinya sudah menjadi hukum tak tertulis bahwa hakim MK selain harus menjadi seorang negarawan juga dituntut untuk menjadi akademisi yang handal.

Dalam membumikan konstitusi MK juga tak sungkan untuk mengadakan kerjasama dengan kampus-kampus dalam hal penerbitan jurnal sampai kuliah umum jarak jauh. Pelatihan dan perlombaan juga kerap menjadi media yang dijadikan MK dalam mencapai misinya tersebut. Kerjasama juga tak jarang dilakukan MK dengan bermagai macam ormas, misalnya Muhammadiyah dan NU. Bahkan MK juga memiliki MK TV dan MK Radio sendiri. Ini menjadi prestasi tersendiri bagi MK.

Keelokan yang terpancar dalam setiap langkahnya, membuat MK patut untuk menjadi teladan bagi para penyelenggara negara lainnya. Selain itu jangan sampai jalan yang elok itu terpelanting jatuh karena serangan balik para koruptor yang acapkali ciut melihat tegaknya pilar-pilar keadilan di MK. MK milik kita, mari kita awasi dan jaga bersama. Harapan pada lembaga ini begitu besar, semoga selalu transparan, bersih dan terdepan. Sukses selalu MK!
***

KIAMAT, KEMATIAN DAN MAKNA HIDUP: REFLEKSI TERHADAP IMAN KEPADA HARI AKHIR & IMAN KEPADA QADA DAN QADAR

Menonton film 2012 yang penuh kontroversi membuat bulu kuduk berdiri. Sangat menakutkan melihat luluh lantaknya peradaban manusia selama berabad-abad karena berpindahnya lempeng bumi akibat memanasnya suhu inti bumi dengan cepat dan signifikan. Dalam film yang berdurasi dua jam lebih ini digambarkan umat manusia yang mencoba mempertahankan speciesnya. Film yang dinanti-nanti banyak orang ini menjadi menarik karena manusia hingga kini masih alergi dengan kematian dan datangnya hari akhir. Secara naluriah manusia merasa enggan untuk menghadapi kematian baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang-orang disekitarnya. Perasaan akan takutnya kehilangan segala sesuatu yang telah diperolehnya di dunia ini menjadi sebab musabab perasaan itu. Andaikata hidup manusia kekal tanpa adanya kematian atau dapat diperbaharui dengan rekayasa genetik sebagaimana digambarkan film the 6th day mungkin kita tidak perlu khawatir akan kehabisan tiket film ini yang membuat kita harus mengantri dikesempatan berikutnya.

Memaknai hari akhir dan kematian berarti memaknai pula hidup itu sendiri. Hidup akan terasa lebih berarti karena ada batasan, karena hidup terbatas seharusnya manusia dapat menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Demikian pula dengan hari akhir yang datangnya tidak menentu sehingga membuat orang beriman semakin menjaga kualitas hidupnya agar senantiasa bermanfaat bagi makhluk lainnya. Dalam diri manusia terdapat kemampuan untuk menilai segala sesuatu berupa baik-buruk, benar-salah maupun indah-jelek. Sudah menjadi nilai-nilai yang manusiawi untuk memilih yang baik, benar dan indah untuk segala sesuatunya. Nilai-nilai tersebut kemudian menjadi ukuran bagi manusia dalam menjalani hidupnya dan karena keterbatasan hidup pada akhirnya optimalisasi pengaplikasian nilai-nilai tersebut merupakan suatu keniscayaan.

Karena sebab inilah yang membuat iman kepada hari akhir masuk sebagai bagian dari pada rukun iman, atau setidak-tidaknya menjadikannya sebagai salah satu faktor didalamnya. Dalam hal ini Allah swt berfirman:

“dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”[1]

Sebab ini juga berlaku untuk iman kepada qada dan qadar yang merupakan bagian dari rukun iman. Perkara hidup dan mati merupakan bagian dari iman kepada qada dan qadar sebagaimana tersirat dalam sabda Rasullullah saw berikut:

“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari Akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baik maupun yang buruk.”[2]

Sedikit berkotemplasi, sekilas jika kita perhatikan dalam hal beriman cukuplah didasarkan pada Iman pada Allah, Malaikat, para Rasul, dan Kitab-Kitab Allah. Karena Allah sebagai sang maha baik merupakan tempat bergantung bagi manusia maka iman kepada Allah merupakan iman yang pertama dan utama dalam rukun iman menurut Islam. Hal ini sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan manusia dalam menjalani hidup, sementara tantangan yang datang untuk manusia begitu besar. Secara alamiah manusia membutuhkan tempat bergantung yang bersifat lebih dari pada dirinya dan sesuatu yang lebih itu juga bersifat kekal. Kemudian timbullah pertanyaan, hal baik dari Allah tersebut akan disampaikan kepada manusia dalam bentuk apa dan siapa yang menyampaikannya. Dari sini pada akhirnya membuat masuknya iman kepada Kitab-Kitab Allah dan iman kepada para Rasul sebagai bagian dari rukun iman dalam Islam. Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa kita harus beriman kepada Malaikat. Pertanyaan ini akan dijawab dari dua sisi. Pertama, terkait dengan hubungan antara Malaikat dengan para Rasul. Artinya dalam hal ini adalah tugas Malaikat untuk menyampaikan wahyu yang kemudian nantinya disampaikan kepada manusia lainnya oleh para Rasul. Kedua, terkait dengan hubungan antara Malaikat dengan manusia pada umumnya. Hubungan tersebut mulai dari mengurus rizki, mencatat amal perbuatan manusia, mencabut roh, hingga pada menjaga pintu surga dan neraka.

Kemudian apa yang mendasari dua rukun iman yang lainnya hingga masuk kedalam rukun iman dalam Islam. Sebagaimana yang telah diuraikan diawal bahwa hari akhir itu berfungsi sebagai penegasan akan pentingnya waktu dan hidup itu karena serba terbatas. Bayangkan bila tidak ada hari akhir dan hidup manusia itu kekal selamanya. Manusia akan hidup sesuka hatinya dan akan meruntuhkan nilai-niali kemanusiaan itu sendiri. Justru dengan keterbatasan hidup manusia dan dunia ini, manusia dapat merasakan bahwa betapa nikmat dan berartinya hidup itu. Karena sudah menjadi sunatullah bahwa manusia akan merasa berharga ketika hidupnya dapat berguna bagi manusia lainnya, terlebih ditengah keterbatasannya itu.

Kematian dan hari akhir akan membuat manusia senantiasa menjadi semakin baik dalam hidupnya, selama ia dapat memaknai ini dengan tepat. Menurut plato, orang disebut baik apabila ia dikuasai oleh akal budi. Orang disebut buruk apabila ia dikuasai oleh berbagai keinginan dan hawa nafsu. Karena selama orang dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi ia tertarik ke sana ke sini, manjadi kacau balau. Orang tidak memiliki dirinya melainkan menjadi objek dorongan-dorongan irasional dalam dirinya. Sebaliknya jika seseorang dikuasai akal budi, dia dapat menguasai dirinya sendiri dan berpusat pada dirinya sendiri. Hidup secara rasional berarti bersatu dengan dirinya.[3]
Billahi fii sabillil haq, fastabiqul khairaat.


[1] Q.S. Al Baqarah: 4
[2] H.R. Muslim
[3] Hawasi, Plato: Cinta Kepada Sang Baik (Jakarta: Poliyama, 2003), hlm. 23-24.

Jemu (Curahan Hati Jiwa yang Gelisah karena Kosong)


Mungkin inilah masa-masa tersulit bagiku. Masa yang sangat menjemukan. Ku isi hari ini degan tidur, makan, nonton tv, berkhayal dan tidur lagi. Tulisan inipun ditulis ketika sore hari menjelang malam. Malam nanti aku harus ke rumah Pak Frans, seorang doktor yang amat egaliter. Aku mengenalnya dalam suatu mata kuliah hukum tata negara beberapa tahun yang lalu, kami sekelas. Semangatnya untuk terus belajar begitu besar. Bayangkan, seorang doktor linguistik kok mau-maunya kuliah S1 lagi, itulah yang selalu menginspirasi aku dan beberapa kawan lainnya. Sangat egaliter, ya sangat egaliter perkawanan kami, yang tanpa ada jarak layaknya aku berkawan dengan yang lainnya. Semoga malam nanti saat kutemui dirinya ia dalam kondisi sehat dan berenergi seperti biasanya. Terakhir aku bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu, saat itu rambutnya sudah banyak yang memutih padahal usianya belum genap empat puluh tahun.

Mengingatnya membuatku lebih bersemangat sore ini. Hari ini benar-benar ngak jelas, mungkin terlalu jemu dengan rutinitas yang ada. Rutinitas yang berat kadang membuatku tak tentu arah. Ada suatu kegamangan akan dikemanakan hari-hariku setiap harinya. Mungkin karena aku menganggap semua aktifitasku adalah prioritas, sementara diri ini punya keterbatasan untuk mewujudkannya. Ditambah lagi bila mengingat seorang gadis yang selama beberapa minggu ini sering mengacaukan pikiranku. Kacaunya seringkali ketika pikiranku dihimpit akan hal-hal semacam ini, justru yang terjadi adalah ngeblank, ngak ngerti mau ngapain dan ngak bisa ngapa-ngapain. Huh, sungguh menjemukan hari ini...

Sering aku merenung, hendaknya bila ingin menuntaskan masalah ini adalah dengan melakukan skala prioritas tentang apa yang harus akau lakukan. Menyelesaikan skripsi, menjadi penulis lepas, atau berorganisasi? Semuanya sama pentingnya bagiku. Pernah aku buat jadwal kegiatan yang mengatur waktu untuk melakukan segala hal itu, tapi lagi-lagi jadi ngak efisien ketika energi yang ada sudah memble. Beberapa minggu terakhir ini adalah puncaknya, menjadi puncak karena priorotas-prioritas itu mesti ditambah dengan pikiran-pikiran yang selalu menghantui ABG jaman sekarang; cinta dan cinta....

Berkali-kali aku mesti menahan malu ketika kawan-kawan bertanya tentang skripsi. Gimana skripsi bung? Udah BAB berapa bung? Udah wisuda bung? Bahkan ada yang nanya, kerja dimana bung? Huh, mendengar pertanyaan-pertanyaan itu aku hanya berseloroh santai dan menimpalinya dengan senda gurau, padahal hati terdalam ini merasa tergores sekalipun senang karena banyak kawan yang perhatian. Bahkan hal ini berlanjut di dunia maya, seringkali ketika chating teman-teman dari Padang, Makassar, Banjarmasin, Bandung dan luar daerah lainnya menanyakan hal serupa. Lagi-lagi lelucon adalah jawaban yang mampu menutupi perasaanku.

Kadang aku berkhayal mau jadi ahli hukum tata negara yang tulisannya ada dimana-mana dan sering wara wiri di layar televisi untuk diwawancara. Keinginan untuk studi di luar negeri dengan mengambil gelar master comparative law juga ngak kalah hebatnya. Khayalan juga berlanjut ketika mengingat cita-cita menjadi pengacara yang banyak disorot media karena mengangani kasus-kasus yang ngak lazim yang banyak menyinggung rasa keadilan di masyarakat. Seru banget tuh kayaknya berurusan dengan masalah pidana yang penuh tantangan dan dinamika. Khayalanku ngak berhenti sampai disitu. Bahkan aku yang ngak terlalu paham hukum perdatapun kadang mau kerja di kantor notaris dan dikantor pengacara yang konsentrasi di hukum bisnis. Semua karena aku haus akan ilmu, namun darimana aku harus memulai semua itu?

Torehan-torehan yang kutulis dengan jujur ini mungkin amat terasa sangat tolol buat teman-teman. Sekarangpun aku merasa amat tolol dengan kondisi ini, dan rasa malu juga ngak ketinggalan tentunya. Tapi dari pada jadi gila karena memendam semua ini sendiri, lebih baik kuutarakan semua ini dengan lepas. Yah, mungkin aku mesti rehat beberapa hari ini. Jalan-jalan, membaca dan nonton berita, aktifitas rehat yang sederhana namun terbukti ampuh. Terima kasih kawan yang sudi membaca “oret-oretan sampah ini”, so aku mau mandi dulu ya, siap-siap ke rumah kawan lama, Pak Frans. Pastinya setelah dari rumahnya aku selalu merasa menjadi manusia kembali. Kawanku yang pandai itu suka sekali menyemangati aku dan yang lainnya, sekalipun itu dilakukannya dengan tidak sadar. Semoga Tuhan memberkati.

You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. I’ll hope someday you join us, and the world will be as one (John Lennon-Imagine) hahahaha... ngak nyambung penutupnya, gajebo lo...

***

RUU PERGURUAN TINGGI: MAHASISWA MUHAMMADIYAH TOLAK LIBERALISASI, PRIVATISASI DAN KOMERSIALISASI PENDIDIKAN!



Pernyataan Sikap IMM Tangerang Selatan atas RUU Perguruan Tinggi


Bismillahhirrahmannirrahim

Dalam Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU PT), disebutkan bahwa pendanaan dan pengelolaan PT diserahkan kepada pihak universitas dengan dalih otonomi kampus sebagaimana dimaksud Pasal 48 Ayat 1 serta Pasal 50 Ayat 1 dan 3. IMM Cabang Tangerang Selatan menilai dengan adanya ketentuan tersebut akan muncul penetapan biaya pendidikan oleh Rektor yang akan tinggi!

IMM Cabang Tangerang Selatan mensinyalir adanya upaya pemerintah untuk melepas tanggungjawab membiayai pendidikan. Hasil akhirnya adalah privatisasi dan bisnis pendidikan! RUU PT tak lebih dari Undang-Undang Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang memberi kebebasan kepada pengelola perguruan tinggi mencari dan mengelola keuangan. Pengesahan RUU memberi celah akan biaya pendidikan perguruan tinggi yang semakin mahal sehingga tidak terjangkau mahasiswa dari keluarga miskin! Negara seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa!