lennon

lennon

Selasa, 10 April 2012

KIAMAT, KEMATIAN DAN MAKNA HIDUP: REFLEKSI TERHADAP IMAN KEPADA HARI AKHIR & IMAN KEPADA QADA DAN QADAR

Menonton film 2012 yang penuh kontroversi membuat bulu kuduk berdiri. Sangat menakutkan melihat luluh lantaknya peradaban manusia selama berabad-abad karena berpindahnya lempeng bumi akibat memanasnya suhu inti bumi dengan cepat dan signifikan. Dalam film yang berdurasi dua jam lebih ini digambarkan umat manusia yang mencoba mempertahankan speciesnya. Film yang dinanti-nanti banyak orang ini menjadi menarik karena manusia hingga kini masih alergi dengan kematian dan datangnya hari akhir. Secara naluriah manusia merasa enggan untuk menghadapi kematian baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang-orang disekitarnya. Perasaan akan takutnya kehilangan segala sesuatu yang telah diperolehnya di dunia ini menjadi sebab musabab perasaan itu. Andaikata hidup manusia kekal tanpa adanya kematian atau dapat diperbaharui dengan rekayasa genetik sebagaimana digambarkan film the 6th day mungkin kita tidak perlu khawatir akan kehabisan tiket film ini yang membuat kita harus mengantri dikesempatan berikutnya.

Memaknai hari akhir dan kematian berarti memaknai pula hidup itu sendiri. Hidup akan terasa lebih berarti karena ada batasan, karena hidup terbatas seharusnya manusia dapat menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Demikian pula dengan hari akhir yang datangnya tidak menentu sehingga membuat orang beriman semakin menjaga kualitas hidupnya agar senantiasa bermanfaat bagi makhluk lainnya. Dalam diri manusia terdapat kemampuan untuk menilai segala sesuatu berupa baik-buruk, benar-salah maupun indah-jelek. Sudah menjadi nilai-nilai yang manusiawi untuk memilih yang baik, benar dan indah untuk segala sesuatunya. Nilai-nilai tersebut kemudian menjadi ukuran bagi manusia dalam menjalani hidupnya dan karena keterbatasan hidup pada akhirnya optimalisasi pengaplikasian nilai-nilai tersebut merupakan suatu keniscayaan.

Karena sebab inilah yang membuat iman kepada hari akhir masuk sebagai bagian dari pada rukun iman, atau setidak-tidaknya menjadikannya sebagai salah satu faktor didalamnya. Dalam hal ini Allah swt berfirman:

“dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”[1]

Sebab ini juga berlaku untuk iman kepada qada dan qadar yang merupakan bagian dari rukun iman. Perkara hidup dan mati merupakan bagian dari iman kepada qada dan qadar sebagaimana tersirat dalam sabda Rasullullah saw berikut:

“Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari Akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baik maupun yang buruk.”[2]

Sedikit berkotemplasi, sekilas jika kita perhatikan dalam hal beriman cukuplah didasarkan pada Iman pada Allah, Malaikat, para Rasul, dan Kitab-Kitab Allah. Karena Allah sebagai sang maha baik merupakan tempat bergantung bagi manusia maka iman kepada Allah merupakan iman yang pertama dan utama dalam rukun iman menurut Islam. Hal ini sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan manusia dalam menjalani hidup, sementara tantangan yang datang untuk manusia begitu besar. Secara alamiah manusia membutuhkan tempat bergantung yang bersifat lebih dari pada dirinya dan sesuatu yang lebih itu juga bersifat kekal. Kemudian timbullah pertanyaan, hal baik dari Allah tersebut akan disampaikan kepada manusia dalam bentuk apa dan siapa yang menyampaikannya. Dari sini pada akhirnya membuat masuknya iman kepada Kitab-Kitab Allah dan iman kepada para Rasul sebagai bagian dari rukun iman dalam Islam. Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa kita harus beriman kepada Malaikat. Pertanyaan ini akan dijawab dari dua sisi. Pertama, terkait dengan hubungan antara Malaikat dengan para Rasul. Artinya dalam hal ini adalah tugas Malaikat untuk menyampaikan wahyu yang kemudian nantinya disampaikan kepada manusia lainnya oleh para Rasul. Kedua, terkait dengan hubungan antara Malaikat dengan manusia pada umumnya. Hubungan tersebut mulai dari mengurus rizki, mencatat amal perbuatan manusia, mencabut roh, hingga pada menjaga pintu surga dan neraka.

Kemudian apa yang mendasari dua rukun iman yang lainnya hingga masuk kedalam rukun iman dalam Islam. Sebagaimana yang telah diuraikan diawal bahwa hari akhir itu berfungsi sebagai penegasan akan pentingnya waktu dan hidup itu karena serba terbatas. Bayangkan bila tidak ada hari akhir dan hidup manusia itu kekal selamanya. Manusia akan hidup sesuka hatinya dan akan meruntuhkan nilai-niali kemanusiaan itu sendiri. Justru dengan keterbatasan hidup manusia dan dunia ini, manusia dapat merasakan bahwa betapa nikmat dan berartinya hidup itu. Karena sudah menjadi sunatullah bahwa manusia akan merasa berharga ketika hidupnya dapat berguna bagi manusia lainnya, terlebih ditengah keterbatasannya itu.

Kematian dan hari akhir akan membuat manusia senantiasa menjadi semakin baik dalam hidupnya, selama ia dapat memaknai ini dengan tepat. Menurut plato, orang disebut baik apabila ia dikuasai oleh akal budi. Orang disebut buruk apabila ia dikuasai oleh berbagai keinginan dan hawa nafsu. Karena selama orang dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi ia tertarik ke sana ke sini, manjadi kacau balau. Orang tidak memiliki dirinya melainkan menjadi objek dorongan-dorongan irasional dalam dirinya. Sebaliknya jika seseorang dikuasai akal budi, dia dapat menguasai dirinya sendiri dan berpusat pada dirinya sendiri. Hidup secara rasional berarti bersatu dengan dirinya.[3]
Billahi fii sabillil haq, fastabiqul khairaat.


[1] Q.S. Al Baqarah: 4
[2] H.R. Muslim
[3] Hawasi, Plato: Cinta Kepada Sang Baik (Jakarta: Poliyama, 2003), hlm. 23-24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar