Oleh: Andy Wiyanto
Secara
etimologis status quo dapat diartikan sebagai keadaan tetap pada suatu saat
tertentu[1].
Pengertian ini dalam konteks kepemimpinan dan kelembagaan dapat diterjemahkan
sebagai suatu keadaan ketika elit dalam suatu lembaga berupaya untuk
mempertahankan kekuasaannya. Harus dipahami bahwa dalam mempertahankan
kekuasaan yang dimaksud bisa dengan tetap mempertahankan diri sebagai seorang
pemimpin ataupun mempersiapkan pihak-pihak lain asalkan sejalan dengan tujuan
elit itu. Upaya tersebut dengan itikad tulus bisa menjadi baik ketika
masyarakat yang dipimpin masih belum siap untuk berdemokrasi (ber-“republik”)[2].
Sebaliknya hal ini akan menjadi keliru ketika diposisikan sebagai upaya meredam
fungsi kontrol oleh pihak-pihak yang tidak sejalan dengan agenda elit tersebut,
terlebih jika pihak-pihak yang tidak sejalan itu memiliki kompetensi untuk meregenerasi
suatu kepemimpinan.