lennon

lennon

Senin, 25 Juni 2012

Mahasiswa Itu Petani Intelektual


Sebenarnya membicarakan mahasiswa sebagai Direct Of Change,   Agent Of ChangeIron Stock,  Moral Force, Social Control merupakan hal yang sangat usang jika kita bicarakan saat sekarang ini, karena di mata masyarakat mahasiswa telah mengalami redupsi identitas. Betapapun demikian realitanya, sekarang sudah saatnya mahasiswa untuk berbenah diri dan mengupayakan untuk mengembalikan kepercayaan yang telah hilang dari masyarakat.

Mahasiswa memiliki peran yang sangat penting di tengah – tengah interaksi sosial masyarakat. Mahasiswa dituntut untuk berusaha menjadi subjek yang mampu merobah realitas ekstensialisnya untuk menjadikan makhluk yang manusiawi. Melihat perlunya para Mahasiswa dibebaskan dari belenggu perkuliahaan, yaitu suatu kebebasan dari kecenderungan. Mahasiswa yang menganggap bahwa kuliah hanyalah satu – satunya sumber dari pengetahuan ilmu. Untuk itu, untuk memliki kesadaran akan sebuah realitas, maka dibutuhkanlah suatu pendidikan atau ilmu yang memberikan pengajaran yang berbasiskan realitas kehidupan.

RUU Pendidikan Tinggi dan Banalitas Intelektual: Sebuah Kritik Epistemik


Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
Kepala Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM

Sudah tiga bulan terakhir ini, kita tak mendengar kabar mengenai RUU Pendidikan Tinggi. Kabar terakhir awal April lalu, pemerintah mengajukan usulan perbaikan kepada DPR, dan diterima. Pengesahan pun, yang sempat kami tolak di mana-mana karena tidak representatif dan banyakngawur-nya, akhirnya ditunda.

Sekarang, sudah tiga bulan draft itu mengendap di ruang wakil rakyat yang sesungguhnya tak mewakili kita. Tapi, sikap saya masih sama dan tegas: menolak pengesahan itu. Beberapa argumentasi sudah saya kemukakan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, dan mungkin ini menegaskan kembali argumen-argumen tersebut.

Tanggung Jawab Pendidikan
Semangat dari banyak pasal dari RUU Pendidikan Tinggi adalah memindahkan tanggung jawab pendidikan dari negara ke masyarakat atas dalih otonomi. 'Pemindahan' tanggung jawab negara ke masyarakat itu, misalnya, tercermin dari pemilahan bentuk-bentuk badan hukum pendidikan tinggi (Pasal 66), wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi” (Pasal 69), memungkinkan perguruan tinggi asing menyelenggarakan pendidikan di Indonesia (pasal 94), dan lain sebagainya.

Minggu, 24 Juni 2012

Beramai-ramai Mengkritik RUU Pendidikan Tinggi


      Apabila melihat dari judulnya, Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) mengatur secara luas mengenai pendidikan tinggi. Namun apabila dilihat pada substansinya, porsi pengaturan dalam RUU ini lebih dominan pada pengaturan mengenai perguruan tinggi, khususnya tata kelola perguruan tinggi. Selain itu, dari sejarah pembentukannya pun, yang tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011 sebagai RUU prioritas, judul RUU ini adalah RUU Tata Kelola Pendidikan Tinggi. Namunkemudian melalui rapat internal di Komisi X DPR disepakati berubah menjadi RUU Pendidikan Tinggi.
Dasar pemikiran munculnya RUU Pendidikan Tinggi ini adalah untuk merespon adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, yang salah satu implikasinya adalah menjadikan Undang-undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) secara keseluruhan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam RUU PT memang terdapat ketentuan mengenai standar biaya operasional pendidikan tinggi yang menurut Panja mampu melindungi mahasiswa yang tidak mampu untuk tetap dapat menikmati pendidikan tinggi. Kedepan maka akan ada indeks kemahalan biaya kuliah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi setempat. Hal tersebut terdapat dalam pasal 90.
Namun, kami mengingatkan bahwa Pasal 13 ayat 2 huruf c Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengatur bahwa pendidikan tinggi mengarah ke cuma-cuma. Hal tersebut tidak terlihat dalam RUU PT, bahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Ekosob tersebut sama sekali tidak dicantumkan oleh DPR. Padahal Komnas Pendidikan pada 5 Desember 2011 dalam audiensinya dengan Panja Komisi X telah mengingatkan Panja untuk memasukkan Kovenan Ekosob sebagai pertimbangan. 

RUU PT Bermasalah


     Undang Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Pemerintah mempunyai kewajiban memberikan pendidikan kepada rakyatnya. Itu artinya, pemerintah mesti berupaya memberikan pendidikan berkualitas dengan biaya semurah-murahnya –bahkan gratis—kepada seluruh rakyatnya. Namun, fakta yang terjadi saat ini, pendidikan sulit dijangkau rakyat, kendati anggaran pendidikan sudah 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dan biaya pendidikan itu makin melambung tinggi manakala nanti RUU Pendidikan Tinggi (PT) disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU) Pendidikan Tinggi. Pasalnya, RUU ini meliberalisasikan pendidikan tinggi di Indonesia.

Kontroversi Berulang di RUU PT


d


Menurut rencananya, Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) disahkan dalam sidang paripurna DPR pada 10 April 2012 lalu. Namun, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meminta agar pengesahan RUU PT ditunda. Alasannya, ada tiga hal yang perlu ditambahkan dalam RUU tersebut, yaitu peran pendidikan tinggi untuk menyiapkan pemimpin bangsa ke depan, melakukan transformasi demokrasi, serta menjawab konvergensi budaya dan peradaban.
Kepada wartawan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh menjelaskan bahwa pengetahuan manusia yang semakin hari semakin luas harus bisa diantisipasi oleh perguruan tinggi. Untuk itu, diperlukan peradaban bangsa yang kuat sehingga dalam proses pembauran menjadi peradaban dunia, warna khas bangsanya masih muncul. “Untuk mengantisipasi, perguruan tinggi disiapkan menyambut konvergensi,” ujarnya.
Secara kronologis, Utut Adianto, anggota Komisi X DPR RI menyatakan, latar belakang inisiatif DPR menyusun RUU PT karena UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menilai, UU tersebut bertentangan dengan UU 1945. “RUU PT dilatarbelakangi oleh pembatalan UU BHP oleh MK,” ujarnya pada seminar dengan LBH di Yogyakarta.