lennon

lennon

Minggu, 24 Juni 2012

Beramai-ramai Mengkritik RUU Pendidikan Tinggi


      Apabila melihat dari judulnya, Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) mengatur secara luas mengenai pendidikan tinggi. Namun apabila dilihat pada substansinya, porsi pengaturan dalam RUU ini lebih dominan pada pengaturan mengenai perguruan tinggi, khususnya tata kelola perguruan tinggi. Selain itu, dari sejarah pembentukannya pun, yang tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011 sebagai RUU prioritas, judul RUU ini adalah RUU Tata Kelola Pendidikan Tinggi. Namunkemudian melalui rapat internal di Komisi X DPR disepakati berubah menjadi RUU Pendidikan Tinggi.
Dasar pemikiran munculnya RUU Pendidikan Tinggi ini adalah untuk merespon adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009, yang salah satu implikasinya adalah menjadikan Undang-undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) secara keseluruhan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam RUU PT memang terdapat ketentuan mengenai standar biaya operasional pendidikan tinggi yang menurut Panja mampu melindungi mahasiswa yang tidak mampu untuk tetap dapat menikmati pendidikan tinggi. Kedepan maka akan ada indeks kemahalan biaya kuliah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi setempat. Hal tersebut terdapat dalam pasal 90.
Namun, kami mengingatkan bahwa Pasal 13 ayat 2 huruf c Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengatur bahwa pendidikan tinggi mengarah ke cuma-cuma. Hal tersebut tidak terlihat dalam RUU PT, bahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Ekosob tersebut sama sekali tidak dicantumkan oleh DPR. Padahal Komnas Pendidikan pada 5 Desember 2011 dalam audiensinya dengan Panja Komisi X telah mengingatkan Panja untuk memasukkan Kovenan Ekosob sebagai pertimbangan. 
 
Penjelasan Pasal 107 Ayat (4) berbunyi sebagai berikut: “Yang dimaksud biaya yang ditanggung oleh seluruh mahasiswa adalah biaya penyelenggaraan pendidikan atau sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).” Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana jika timbul biaya lain yang dibebankan oleh perguruan tinggi? Dan siapakah yang akan menanggung beban tersebut khususnya bagi mahasiswa tidak mampu? Seperti apa perlindungan pemerintah?
Kontradiksi kembali kami temukan di RUU PT ini dengan munculnya ketentuan mengenai pinjaman dana pendidikan yang diatur dalam Pasal 111 yang berbunyi sebagai berikut: “Alokasi anggaran untuk mahasiswa sebagaimana ketentuan yang di atur dalam Pasal 108 ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam bentuk: beasiswa, bantuan biaya pendidikan dan/atau pinjaman dana pendidikan.”
Kontradiksi terlihat pada ketentuan untuk memberikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan ekonomi. Namun di sisi lain terdapat ketentuan mengenai pinjaman dana pendidikan bagi mahasiswa untuk mengikuti dan/atau menyelesaikan pendidikan tinggi dengan kewajiban membayar kembali setelah lulus dan mendapatkan pendapatan yang cukup. Jadi mahasiswa yang tidak mampu bisa tidak digratiskan melainkan diberikan hutang yang harus dibayar ketika ia bekerja.
Sistem pinjaman seperti ini me­ru­pakan bentuk lepas tanggung­jawab negara atau pemerintah untuk menjamin akses terhadap pendidikan tinggi. Kredit bagi mahasiswa seharusnya hanyalah digunakan untuk membangkitkan jiwa wirausaha mahasiswa, tapi tidak untuk pem­biayaan operasional pendidikan.
Dari analisa diatas dapat diketahui bahwa RUU PT masih memiliki permasalahan dalam aspek formil perundang-undangannya, yaitu tidak memiliki materi muatan yang sesuai dengan jenis dan hirarkinya. Sehingga sepenting apapun substansinya, tetap saja RUU ini lemah dalam dasar hukumnya.
Apabila RUU ini masih tetap dipaksakan untuk disahkan, bukan tidak mungkin akan bernasib sama dengan “saudara tuanya” yaitu UU BHP, yang dinyatakan tidak mengikat lagi oleh MK. Dalam konteks ruang lingkup pengaturan, RUU Pendidikan Tinggi dibuat secara berlebihan, yang dampaknya menjadikan RUU ini tidak menjawab permasalahan yang ada, bahkan cenderung menimbulkan permasalahan baru.  (Rozi/Asep Sobari/MG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar