lennon

lennon

Selasa, 10 April 2012

UKM TEKAN KEMISKINAN DI INDONESIA


Berdasarkan hasil survey badan pusat statistik (BPS) tahun 2009, jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Naik atau turunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya, penurunan harga kebutuhan pokok, naiknya upah serta adanya bantuan pemerintah berupa BLT, raskin dan BOS. Dari beberapa faktor tersebut masyarakat ada pada posisi yang tidak menentukan, karena faktor-faktor tersebut amatlah bergantung dari mekanisme pasar dan pemerintah. Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama, sebab tanpa ada upaya aktif oleh segenap lapisan masyarakat, tingkat kemiskinan di Indonesia tidak dapat ditekan dengan serendah-rendahnya.
Bila kita jeli melihat persoalan ini, sesungguhnya ruang pengentasan kemiskinan di Indonesia masih terbuka lebar. Masyarakat memiliki potensi untuk menggunakan kemampuannya masing-masing dengan peningkatan usaha kecil menengah (UKM). Selain itu UKM juga memiliki peran yang strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja. Bahkan UKM terbukti lebih tangguh daripada usaha skala besar dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kendatipun UKM memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian indonesia, hingga saat ini UKM cukup identik dengan pedagang kaki lima. Usaha dan kerja keras dibutuhkan untuk merubah imej UKM yang tadinya lekat dengan pedangang kaki lima menjadi naik ke permukaan. Untuk itulah para pelaku UKM harus memiliki spirit kewirausahaan, sehingga tidak cepat puas oleh apa yang mereka dapatkan.
Di sisi lain jiwa wirausaha menjadi urgent mengingat berlimpahnya sumber daya manusia di Indonesia sementara lapangan pekerjaan yang tersedia amatlah terbatas. Lowongan pekerjaan di perusahaan swasta tidaklah dapat memenuhi para lulusan SMA dan Perguruan Tinggi yang membludak. Angka kebutuhan penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun juga demikian, justru sebaliknya banyak tenaga namun lahan garapan telah habis digarap. Selain itu tingkat Pemutusan Hubungan Kerja dan sistem kerja kontrak juga menghantui para pencari kerja maupun mereka yang sudah bekerja dengan mendapatkan upah. Kondisi ini pada akhirnya memaksa kita untuk “mengekspor” tenaga kerja ke luar negeri yang umumnya sebagai pekerja kasar.
Mimpi buruk itu tidak perlu terjadi bila kita memiliki jiwa wirausaha yang mantap. Sehingga kedepannya kita tidak perlu “membangun” negeri orang, karena segala sumber daya alam di Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup setiap masyarakat. Praktek suap menyuap dan nepotisme dalam penerimaan PNS juga tidak perlu terjadi, apalagi mereka yang bekerja sebagai pegawai tingkat menengah kebawah juga akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya yang mendasar. Sebagai contoh, bila ada pegawai dengan gaji 3 juta per bulan yang ingin membeli rumah dengan harga 300 juta. Maka ia harus menabung selama 100 bulan atau 8 tahun lebih. Itupun mereka harus menabung seluruh gajinya tanpa dipotong kebutuhan hidup lainnya. Dengan kenyataan hidup yang seperti ini seharusnya kita merubah paradigma berfikir kita dengan paradigma baru. Paradigma yang tadinya kebanyakan orang tua amat memimpikan anak-anaknya untuk menjadi pegawai negeri sipil, maka kini mulai memikirkan agar anak-anaknya memiliki jiwa wirausaha yang mandiri dan bukan sebagai pencari kerja.
Gambaran diatas memberikan angin segar bagi perkembangan dunia UKM di Indonesia. Karena laju perkembangan UKM adalah sejalan dengan laju perekonomian nasional yang ditopang oleh ekonomi kerakyatan. Bila masyarakat bisa memberdayakan UKM dengan maksimal, maka masyarakat akan mandiri secara finansial yang berarti turut menekan angka kemiskinan di Indonesia. Untuk itulah perlu diciptakan iklim usaha  yang kondusif dengan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, serta penyederhanaan perizinan dan birokrasi. Selain itu masyarakat juga harus jeli melihat peluang usaha, terlebih dengan sumber daya alam lokal yang masih belum tereksplorasi dengan optimal. Dalam hal pembiayaan juga perlu dibuka kesempatan yang luas dan mudah bagi para wirausahawan untuk mengembangkan usahanya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar