lennon

lennon

Kamis, 07 Juni 2012

Otonomi Kampus Terancam Diberangus


RUU Pendidikan Tinggi mendapat banyak kritik pedas. Dituding memberangus otonomi perguruan tinggi. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah lewat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk ikut campur dalam tata kelola perguruan tinggi dinilai kelewat besar. NKK/BKK model baru? ---

Para profesor juga manusia, jadi bisa galau juga. Mencurahkan isi hati pun jadi jalan keluarnya. Kamis pekan lalu, rombongan guru besar yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Tujuh Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN) mendadak bertandang ke kantor majalah GATRA.

Mereka datang untuk mencurahkan kerisauan hati mereka terhadap isi Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang rencananya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu dekat ini.
RUU itu, dalam pandangan para akademisi tadi, berpotensi memberangus kemandirian atau otonomi perguruan tinggi. "RUU ini berpotensi menjadi NKK/BKK jilid kedua, bahkan lebih kejam," kata sosiolog dari Univesitas Indonesia (UI), Imam B. Prasodjo, yang ikut hadir dalam acara itu. Ia melihat, RUU PT memberikan kewenangan terlalu besar bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk terlibat dalam pengelolaan perguruan tinggi.
Bagaimana reaksi para petinggi pendidikan? Mendikbud Muhammad Nuh tegas membantah semua tudingan itu. "Saya jujur, nggak ada kepentingan politik. Menurut saya, RUU ini jauh dari intervensi politik berkaitan dengan 2014. Nggak tahu, ya, kalau ada yang baca seperti itu," katanya kepada GATRA. Ia menilai RUU ini malah akan menjadi RUU yang pro-rakyat karena menjamin akses 20% masyarakat miskin terhadap pendidikan tinggi.
Dari kalangan DPR, Herry Akhmadi tidak mau berkomentar banyak soal penyusunan RUU ini. Soal kepindahannya ke Komisi I, menurut Herry, itu murni rotasi biasa. "Saya tidak digusur, tetapi memang harus pindah komisi karena 11 tahun itu sudah terlalu lama di Komisi Pendidikan," tuturnya. Herry menilai, draf RUU PT banyak memuat hal positif dan tak bakal memberangus otonomi perguruan tinggi. "Karena otonomi itu dalam bidang apa dulu. Jangan lupa, pembatalan Undang-Undang BHP juga karena hal pembatasan otonomi," katanya.
Sementara itu, para rektor dari tujuh universitas BHMN tampaknya tak mau berkomentar soal ini. Rektor UI, Gumilar Rosliwa Sumantri, menolak menanggapi masalah ini. "Saya tak ada waktu," ujarnya kepada Muhammad Gufron Hidayat dari GATRA. Rektor Universitas Sumatera Utara, Syahril Pasaribu, juga tak merespons pertanyaan yang dilontarkan GATRA. Syahril sempat mengangkat telepon dari GATRA. Namun ia enggan menjawab. "Saya sedang sibuk," katanya kepada Averos Lubis dari GATRA.
Hanya Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, yang memberikan tanggapan. Lewat Sekretaris Universitas, M. Hadi Subhan, pihak Unair menyatakan dukungannya terhadap RUU PT. "Harapannya, akan ada perubahan yang lebih baik bagi kampus untuk melaksanakan tugas sosial-akademiknya," ujarnya kepada Arief Sujatmiko dari GATRA. Namun, ia menegaskan, Unair juga mengkritisi kewenangan menteri dalam urusan mutasi dosen. "Justru inilah yang membelenggu kami," ujarnya lagi.
Pengamat pendidikan Dharmantingtyas mengatakan, RUU ini tidak jauh berbeda dengan UU BHP. "Beberapa pasal dalam UU BHP masih dikutip dalam RUU PT dengan menggunakan istilah berbeda, tetapi dengan semangat sama," katanya kepada Ade Faizal Alami dari GATRA. Jika tak ada perubahan ketika disahkan nanti, Dharmaningtyas menyatakan akan mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. "Pasti ada pengajuan itu. Sudah siap-siap semua," ujarnya.
M. Agung Riyadi, Haris Firdaus, Sandika Prihatnala, dan Birny Birdieni
(Lapuran Utama majalah GATRA edisi 18/31, terbit Kamis 7 Juni 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar