lennon

lennon

Kamis, 07 Juni 2012

Baju BHMN Berganti BLU


RUU PT sendiri dirancang untuk menggantikan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Untuk mengisi kekosongan hukum pasca-pembatalan itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2010 pada 28 September 2010. Namun beleid ini dianggap sebagai langkah mundur pelaksanaan otonomi perguruan tinggi.
PP itu mengatur, perguruan tinggi yang bestatus badan hukum milik negara (BHMN) secara bertahap harus menyesuaikan status menjadi badan layanan umum (BLU) atau satuan kerja (satker) di bawah kementerian. "PP 66 itu membuat perguruan tinggi kembali di bawah Mendikbud. Politik masuk lagi ke dalam perguruan tinggi," kata Siti Adiprigandari Adiwoso dari UI.
Guru besar Institut Teknologi Bandung Satryo Sumantri Brodjonegoro menilai, jika PT-BHMN menerima kembali menjadi satker atau BLU, akan berbahaya. Sebab akan terjadi legitimasi bahwa konsep BHMN gagal. "Ini memang diharapkan para birokrat karena mereka tidak berniat mengubah Undang-Undang Keuangan Negara dan Undang-Undang Kepegawaian Negara," ujarnya.
Jika PTN otonom, menurut Satryo, pengelolaan keuangan dan kepegawaian juga harus otonom. Hal ini memang bisa jadi urusan rumit karena harus mengubah beberapa poin dalam dua undang-undang tadi. Masalahnya, jika PTN tetap menjadi satker atau BLU, ada rumitnya juga. Sebab setiap penerimaan PTN dari SPP mahasiswa harus digolongkan sebagai penerimaan negara. "Apakah tepat jika penerimaan itu digolongkan menjadi penerimaan negara bukan pajak?" katanya.
Masalah pendanaan memang menjadi salah satu urusan krusial dalam RUU ini. Ada kesan, setiap PTN yang diberi status badan hukum harus bisa berdiri sendiri menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi tanpa adanya subsidi pemerintah. Hal ini dikhawatirkan banyak kalangan akan membuat status PTN tak ubahnya perguruan tinggi swasta (PTS).
Pasal 87 ayat 1 RUU PT memang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pendanaan pendidikan tinggi lewat APBN. Hanya saja, Pasal 88 ayat 1 dan Pasal 89 ayat 1 juga mengatur soal peran masyarakat dan perguruan tinggi dalam urusan pembiayaan ini. Dikhawatirkan, PTN yang diberi status badan hukum menjadi PTN yang mahal lantaran pemerintah tak sepenuhnya mendanai.(MAG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar