lennon

lennon

Kamis, 12 Juli 2012

Penolakan RUU PT Meluas

JAKARTA - Setelah gagal disepakati pada Rapat Paripurna April 2012 lalu dan mesti diperbaiki, RUU Pendidikan Tinggi (RUU PT) rencananya kembali dibawa ke Rapat Paripurna DPR, Jumat (13/7), untuk disahkan. Kendati telah dilakukan perbaikan, DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyatakan menolak pengesahan RUU tersebut.

Ketua Umum DPP IMM, Fajlurrahman Jurdi, mengungkapkan kecurigaannya terhadap adanya intervensi asing dalam perumusan RUU PT ini sebagaimana diatur dalam Pasal 90. Dengan mengikuti persyaratan administratif dalam birokrasi yang korup seperti ini, pendidikan tinggi asing dengan mudah berpraktik di Indonesia tanpa kesulitan berarti.

"RUU ini sarat dengan ideologi kapitalisme dan kepentingan asing. Ini juga menjadi penghambat kemajuan bagi PTS di Indonesia," ujar dia dalam siaran pers, kemarin.

Menurut Fajlurrahman, Muhammadiyah memiliki 155 perguruan tinggi yang terdiri dari 40 universitas, 88 sekolah tinggi, 23 akademi, 4 politeknik, serta 14 perguruan tinggi Aisyiyah. Di antara 155 perguruan tinggi tersebut, tiga di antaranya termasuk dalam 50 perguruan tinggi ternama di Indonesia.

"Belum lagi PTS milik NU, Katolik, dan Protestan yang semuanya bakal terancam jika RUU ini disahkan karena persaingan dengan perguruan tinggu asing akan semakin ketat yang berarti bisa mengakhiri eksistensi PTS di Indonesia," imbuh dia.

Lebih lanjut, dikatakan, ada tiga kategori pendidikan dalam RUU ini sebagaimana dalam pasal 66 RUU PT, yakni PTN, PTN Badan Hukum, dan PTS. Mengenai pendanaan PTN Badan Hukum berbeda pengaturannya dengan dengan PTN dan PTS karena di Pasal 89 yang mengatur tentang dana pendidikan, ayat (1) huruf a, b, dan c menegaskan bahwa PTN, PTS, dan mahasiswa mendapatkan dana pendidikan dari APBN dan/atau APBD.

Sementara ayat (2) PTN Badan Hukum tidak diatur, tetapi diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. "Ini artinya tidak ada ketegasan dari mana dana diperoleh untuk mengelola PTN Badan Hukum yang dulu bernama BHMN itu.
Jelas tidak bisa mendapatkan dana dari APBN dan/atau ABPD, tetapi pengaturan dananya dalam suatu UU. UU yang mana yang mengaturnya?," tanya dia.

UUD 1945 dan UU Nomor 20 tahun 2003, mewajibkan negara menganggarkan 20 persen untuk pendidikan dalam APBN. Sementara dalam RUU Dikti ini tidak mengatur mekanisme pendanaan PTN Badan Hukum. "Kami beranggapan RUU ini memiliki kegagapan. Di satu sisi ingin menjamin pendidikan yang baik bagi rakyat, tetapi ada agenda lain di belakang itu yakni privatisasi pendidikan tinggi tertentu," tegasnya.

Gelar Unjuk Rasa
Dari Medan, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fisip Universitas Sumatera Utara (USU) juga menggelar aksi unjuk rasa menolak rencana disahkannya RUU PT di pintu satu USU, Medan, Rabu.

Koordinator aksi, Eka Hermawan, mengatakan sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Namun, fakta di lapangan kondisinya sangat kontradiktif.

Menurut dia, dengan akan disahkannya RUU PT, maka akan semakin menambah buram wajah pendidikan di Indonesia. "Indikasinya terlihat di mana kampus harus mencari sumber pendanaannya sendiri untuk menjalankan sistem pendidikan. Artinya praktik-praktik ko mersialisasi dan liberalisasi pendidikan menjadi hal yang di halalkan melalui sistem pendidikan yang akan disahkan tersebut," ucapnya. Selain menolak disahkannya RUU PT, para pendemo juga menolak adanya segala bentuk komersialisasi dan liberalisasi pendidikan. MD/har/N-1


Sumber:  http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/95475

Tidak ada komentar:

Posting Komentar