lennon

lennon

Senin, 18 Juni 2012

Indonesia dibalik RUU PT


Demam RUU sepertinya sedang melanda negeri ini. Belum hilang kontroversi RUU KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender), publik sudah dikejutkan lagi dengan RUU PKS (Penanganan Konflik Sosial). Kalangan mahasiswa pun tak kalah panas dengan RUU PT (Perguruan Tinggi) yang ditandai dengan gelora aksi penolakan yang muncul di berbagai kampus.

Sekilas dari namanya, RUU ini tidak menyiratkan sesuatu yang mesti dikritisi, namun jika dikaji, jelas tercium aroma liberalisasi pendidikan. Atau dalam arti lain RUU ini menampakkan upaya-upaya untuk memindahkan tanggung jawab negara atas pendidikan kepada masyarakat, terutama dalam hal pendanaan. Misalnya saja pasal 69, yakni “Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi” (ayat 3e) berarti perguruan tinggi berhak untuk melakukan praktik komersialisasi semisal fasilitas kampus.

Hal ini menyebabkan aset-aset yang dimiliki oleh universitas akan bebas di bookingdengan harga yang wah, sehingga mahasiswa yang akan memakai ruangan harus rela mengalah kalau-kalau keduluan pihak luar dalam urusan booking. Yang lain, dalam draft-nya ; Perguruan Tinggi Asing (PTA) boleh mendirikan cabang di Indonesia, mahasiswa yang tidak mampu akan diminta berhutang kepada pemerintah dan akan dibayar setelah lulus kuliah atau sudah kerja, dan organisasi kemahasiswaan kampus akan diatur oleh Menteri (BEM KM UGM).

Entah akan dibawa kemana nasib sistem pendidikan Indonesia. Pendidikan yang sejatinya mencerdaskan bangsa, malah beralih fungsi jadi perdagangan jasa kaum kapitalis (pemilik modal). Pendidikan bukan hanya soal membentuk karakter calon pemimpin, menentukan masa depan yang lebih cerah, atau jalan untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan dengan gaji selangit. Lebih dari itu, kualitas calon pemimpin bangsa -penentu kebijakan negara kelak- akan dibebankan kepada intelektual yang salah satunya adalah mahasiswa. Nada-nada sumbang muncul ketika menjumpai fakta bahwa mahasiswa kini sudah miskin ide, miskin pergerakan, miskin kepekaan. Tentu saja, karena mereka muncul dari mayoritas anak-anak manja yang hedonis. ‘Cukup’lah belajar dengan baik hingga lulus tepat waktu, memaksimalkan prestasi. Sementara orientasi belajar mereka hanya sederetan perusahaan multinasional dengan tawaran gaji yang menari-nari di benak mereka, rakyat tidak lagi mereka hiraukan, toh tujuan pendidikan buat mereka adalah capaian materi yang terus menggelontor. Hal ini tidak dapat terelakkan, apalagi dengan diberlakukannya RUU PT, yang tidak sekedar membolehkan swasta ataupun asing membantu ‘mendanai’ kekurangan kas perguruan tinggi, tapi juga turut menentukan arah kebijakan kampus semicam kurikulum. Apabila perusahaan A mempunyai saham di Perguruan Tinggi B lebih dari 50% misalnya, ia dapat membuat kurikulum Perguruan Tinggi tersebut sesuai dengan visi misi perusahaannya.

“Liberalisasi pendidikan bukan sekadar otonomisasi pengelolaan atau “investasi bisnis”. Ia juga menjadi “investasi ideologi”.”

Indonesia bisa apa ?

Indonesia bukan tidak mampu melepaskan diri dari cengkraman liberalisme, hanya saja Indonesia tidak memiliki pandangan dan ideologi yang berbeda dengan liberalisme sehingga mau tidak mau Indonesia harus tetap ikut arus dengan perputaran globalisasi dunia. Apple to apple, ideologi berlawankan ideologi. Bukan ideologi berlawankan nilai-nilai yang tak jelas sandaran baik-buruknya. Bagi Indonesia -selama tak ber-ideologi yang jelas- hal ini merupakan kolonialisasi.

Indonesia harus memiliki sebuah world view baru yang bisa membuatnya terlepas dari liberalisme sehingga mampu mewujudkan apa yang menjadi cita-citanya, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan masihnya Indonesia berkutat dengan liberalisme ini, pemerintah tidak akan pernah bisa membuat pendidikan menjadi terjangkau tetapi justru akan terus membuat pendidikan semakin mahal karena harus menyediakan ‘lapak’ bagi asing untuk membuka tempat pendidikan tinggi. Butuh sebuah paradigma baru yang berbeda dengan liberalisme-yang terlahir dari asas menegasikan agama dari kehidupan atau sekulerisme- yaitu asas yang mengambil aturan Tuhan sebagai aturan kehidupan. (Nur Faizatus Sa'idah)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar