lennon

lennon

Senin, 18 Juni 2012

Komersialisasi Pendidikan : "Pendidikan Sebagai Komoditas”

Dalam memperingati hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 mei 2012 kemaren. Telah ada sejuta asa dan harapan yang telah digantungkan oleh para pahlawan dan rakyat Indonesia demi adanya perbaikan dan perubahan dari dan dalam sistem pendidikandi tanah air . Kali ini diskusi sosial politik membahas tentang komersialisasi pendidikan  yang  dijelaskan tentang bagaimana keadaan dari pendidikan tanah air mulai dari kasus pro-kontra terhadap keberadaan UAN yang dikatakan bermasalah dalam menentukan standart dari nilai kelulusan SMP dan SMA serta standart model soal satu daerah dengan daerah lainnya yang dikatakan sama saja, padahal kalau dibandingkan bagaimana kualitas dari pendidikan siswa-siswi di kota dengan daerah pedesaan (meskipun semua daerah tidak demikian). Selain masalah tersebut adanya rencana dari pemerintah Indonesia yang saat ini telah berjuang membentuk pendidikan mandiri sehingga mengakibatkan pendidikan telah menjadi komoditi yang sangat menguntungkan dan menjanjikan bagi beberapa kalangan yang dikatakan digunakannya sebagai alat untuk membantu pengembangan SDM (sumber daya manusia) padahal tidak seperti demikian. Pendidikan yang sejak dari dulu dikatakan milik semua warga masyarakat namun kenyataan tidak terealisasi.

Bahkan adanya kemunculan dari beberapa peraturan pemerintah seperti RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) dan SBI (sekolah bertaraf internasional) padahal kalau dipikirkan hal ini dapat menimbulkan kecemburuan dari berbagai daerah dimana focus dari RSBI dan SBI masih dipulau jawa dan bahkan  tamatan dari RSBI dan SBI telah mencapai tahapan dalam menghadapi era Globalisasi. Bahkan kalau dipahami dengan seksama dapat dikatakan apa standart dari pendidikan dari RSBI dan SBI itu telah mencapai tahapan global (internasional). Kemudian kemunculan dari RUU PT ( rancangan undang-undang perguruan tinggi)  berkaitan dengan komersialisasi, otonomi, kemahasiswaan, dan liberalisasi. Kalau dipahami bagaimana pendidikan dapat menjadi komersialisasi ( dikirain pasar atau saham di bursa efek yang mudah diperjual-belikan) dan liberalisasi (ini udah masuk tahapan pada kebebasan dan individualis sehingga dapat mengakibatkan siapa aja bebas melakukan apa saja). Apakah ini gambaran Universitas harapan pemerintah indonesia, ini sama halnya dengan cara membiarkan singa masuk ke dalam kandang kerbau pasti habis dan hancurlah semua). UU BHP (undang-undang Badan hukum pendidikan) jika dikaji lebih dalam dapat dikatakan bahwa UU BHP ini menyeragamkan bentuk badan hukum pendidikan sehingga mengabaikan bentuk badan hukum lainya seperti yayasan, wakaf dan sebagainya pada akhirnya rakyat miskin dan tidak mampu mengenyam enaknya duduk dibangku kuliah dan  akan menjadi korban dari keganasan UU ini. Dan yang terakhir adalah UU Sisdiknas dinyatakan dalam Pasal 55 Ayat 4 tersebut telah mengambarkan upaya pemerintah untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya berpotensi menghilangkan kewajiban yang sekaligus dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dasar . hal ini sangat tidak masuk akal apabila pemerintah lepas tangan jadi siap yang akan mengatur pendidikan apakah perlu pengusaha?

Ketika melihat keadaan pendidikan yang semakin lama telah menjadi ajang perlombaan bagi para kalangan mampu dan elit bangsa ini untuk di manipulasi dengan mudahnya. Bahkan, kemunculan dari peraturan pemerintah yang menuntut pendidikan khususnya diperguruan tinggi harus mandiri dan mampu mengatur urusan keuangan secara pribadi itu hal yang sangat mengerikan. Kalau hal ini terus-menerus dibiarkan dapat dikatakan bahwa pendidikan akan menjadi pasar bebas yang berpontensial untuk kehancuran bagi generasi berikutnya (masa depan bangsa) dan kesenjangan antara si kaya dan miskin (dalam aspek sosial). Seharusnya pemerintah dalam hal ini bukannya melepaskan tanggung-jawab terhadap pendidikan, namun merekalah yang harus menjaga agar pendidikan indonesia gar lebih terarah dan procedural.

Hal ini telah membukakan pemikiran dan pengetahuan dari mahasiswa PMK FISIP UNPAD tentang keadaan dari pendidikan bangsa ini. Kalau saja mahasiswa PMK yang berkecimpung dalam dunia kampus dan sangat tersentuh dengan pendidikan pasti akan merasakan kegeriaan dan ketakutan melihat keadaan dari dunia pendidikan saat ini. Bahkan apabila dilihat lebih dalam tentang pendidikan yang dirasakan rakyat Indonesia saat ini bukan hanya karena mahalnya namun diperparah dengan harga yang harus dibayar untuk mencapai pendidikan yang layak dan bagus masih berpusat pada satu titik daerah saja yakni berkonsentrasi di pulau Jawa . hal ini saja telah menunjukkan bahwa pendidikan tidak merata dengan penuh. Ada saran yang mengatakan bahwa sebaiknya pendidikan harus perhatikan adalah saran dan prasarana. Seperti sarana pembangunan infrastruktur pendidikan mulai dari bangunan (gedung, bangku dan papan tulis), kualitas guru minimal S1 dan S2 (guru mendapatkan beasiswa dalam dan luar negeri) dan guru juga mendapatkan Upah yang sama baik di negeri dan swasta, buku-buku yang mendukung (perpustakaan), serta taman bermain di dalam sekolah. Prasarana yakni pemberian bantuan dana bagi siswa yang kurang mampu dan berprestaso, berjuang untuk mencoba mengratiskan sekolah dengan GRATIS tanpa ada pungutan apapun, pemberian les pelajaran (eksul,bahasa asing, matematikan, ilmu sosial dan ilmu sains). Pemerintah juga turut andil dalam menyediakan perlombaan yang dapat mengembangkan program kreatifitas dan kualitas dari siswa-siswa dan pemerintah juga memberikan aturan yang jelas bagi setiap guru negeri dan swasta agar setiap saat masuk dan apabila tidak hadir sebanyak 70% dari total kegiatan aktif sekolah dalam setahun maka dengan hormat guru tersebut dapat diberikan pemecatan dan dicabut semua fasilitas yang telah didapatkannya. Lalu, pembangunan pendidikan yang baik dan berkualitas sebaiknya di fokuskan pada suatu daerah (provinsi) dalam periode tertentu. Sebagai contoh pemerintah focus dalam pembangunan pendidikan di daerah Aceh sampai tuntas maka apabila sudah beres dan berhasil maka dapat berpindah ke provinsi selanjutnya. Sehingga pendidikan tidak timpang dan bahkan merata sama semua.

Kalau saja pemerintah membuat langkah demikian maka dapat dikatakan pemerataan pendidikan akan menjadi terealisasi dengan baik, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi dari masyarakat. Jadi pendidikan tidak menjadi komoditi mudah dikomersialisasikan bagi mereka-mereka yang kaya.

Armen Pebrian Sinaga
Jurusan Hubungan Internasional 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar