lennon

lennon

Senin, 18 Juni 2012

Tolak RUU Pendidikan Tinggi


Lebih dari 400 permohonan uji materi diajukan ke MK, 2003 hingga Mei 2012. Sebanyak 27 persen UU dibatalkan, indikasi parahnya proses legislasi kita.
RUU Pendidikan Tinggi (PT), salah satu RUU yang sedang dibahas DPR, termasuk yang perlu memperoleh perhatian cermat. Berbagai pihak, di antaranya Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), menolak pengesahan RUU PT menjadi UU.
Alasannya antipluralisme, diskriminatif, melanggar hak asasi, dan etatis. Seperti disampaikan Ketua Umum ABPPTSI Thomas Suyatno, asosiasi keberatan dengan otonomi yang dimaknai lepas dari badan penyelenggaranya seperti yayasan. PTS dan badan penyelenggara merupakan kesatuan.
RUU PT membangkitkan roh UU Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan MK 31 Maret 2010. Putusan MK di antaranya mempertanyakan hubungan kausal antara otonomi pengelolaan dan tujuan pendidikan terkait dengan keraguan MK tentang mutlak perlunya otonomi pengelolaan untuk peningkatan mutu pendidikan. Sebaliknya, pasal RUU PT justru mengabaikan putusan MK.
Privatisasi pendidikan tidak sesuai dengan asas keadilan dalam praksis pendidikan sebab mencabut hak orang miskin atas pendidikan. RUU PT menafikan peranan swasta yang memunculkan dugaan adanya titipan politis— jelmaan proyek membungkam suara kritis kampus lewat dalih penyediaan 20 persen kursi untuk anak miskin.
Untuk meningkatkan jumlah anak muda menikmati bangku PT, sekitar 18,4 persen (4,8 juta jiwa) dari penduduk berusia 19-24 tahun pada 2011, misalnya, sebaiknya tidak dengan menerjemahkan nafsu etatis itu lewat membangun PTN baru atau menegerikan PTS. Melainkan mendayagunakan, termasuk meningkatkan mutu PTS. Payung hukum bagi swasta bukan UU PT yang bersemangat etatis, melainkan yang melindungi eksistensi PTS, yang saat ini PTS cukuplah dipayungi oleh UU yayasan.
Menolak RUU PT yang disuarakan, terlembaga ataupun hidup dalam sanubari hati masyarakat, menjadi masukan kritis konstruktif. Membanjirnya uji materi UU ke MK, dalam kaitan praksis pendidikan sebelumnya sekolah bertaraf internasional, misalnya, menginspirasikan perlunya cara kerja lebih cermat, profesional, yang berpihak kepada rakyat dalam proses legislasi.
Pernyataan Adnan Buyung Nasution tentang membanjirnya uji materi ke MK karena berbagai kepentingan menyesatkan merupakan tamparan keras yang perlu diperhatikan. Kecermatan dan kemampuan anggota DPR menjadi faktor penting dan lebih penting dari itu adalah jauh dari niatan kepentingan politis sempit dan finansial.
Seruan ”Tolak RUU Pendidikan Tinggi”, pesan yang perlu diberi perhatian serius. Pesan itu akan memperkecil jumlah permohonan uji materi UU di satu pihak serta menampilkan lembaga legislatif dan eksekutif yang propublico (prorakyat) dan bukan propecunia (produit) di pihak lain—utamanya persiapan manusia Indonesia yang bermutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar