lennon

lennon

Senin, 18 Juni 2012

Analisa Terhadap Rancangan Undang Undang Pendidikan tinggi (1)


Berikut analisa mengenai Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang sampai hari ini masih menjadi bahan perdebatan dan menurut rencana, tanggal 10 April 2012 nanti akan disahkan pada Sidang Paripurna DPR RI. Analisa ini akan diawali dengan landasan negara mengenai pendidikan di Indonesia, lebih khusus terkait peran negara terhadap pendidikan di Indonesia. Hal ini penting untuk kita ketahui agar memiliki landasan yang kuat dan berdasar ketika memiliki argumen atau analisa terhadap RUU PT ini. Kemudian berlanjut pada sejarah singkat peraturan mengenai pendidikan di Indonesia dan teakhir analisa terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

Peran Negara
Negara memiliki beberapa peran terkait dengan pendidikan, diantaranya :
  1. Pembukaan UUD 1945 Alinea Ke IV (4)
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenal bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang …”
  1. UUD 1945 Pasal 31 tentang Pendidikan ayat 1-5
    1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
    2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
    3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;
    4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan
    5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tingginilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
    6. UU No. 11 Tahun 2005
“Penyelenggaraan pendidikan tidak boleh diskriminatif

Latar belakang
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi pemerintah membuat RUU PT, di antaranya :
  1. Untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektualis, ilmuwan, dan/atau profesionalis yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa;
  2. untuk mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan, diperlukan penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek demografis dan geografis
  3. Untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi diperlukan pengaturan sebagai dasar dan kepastian hukum.

Sejarah Pendidikan Nasional
  1. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 2 Tahun 1989
  2. Diganti dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003
  3. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) 17 Desember 2008
  4. Pembatalan UU BHP oleh MK pada April 2010 dikarenakan bertentangan dengan UUD 1945
  5. Indonesia telah bergabung dalam World Trade Organization (WTO) sejak diterbitkannya UU no 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement on Establishing the World Trade Organization. Sebagai anggota WTO, Indonesia tidak bisa mengelak dari seluruh kesepakatan yang dibuat dan ditandatangani, termasuk kesepakatan meliberalisasi sektor pendidikan. Sebagai anggota WTO Indonesia juga harus menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, dimana pendidikan tinggi adalah salah satunya
  6. Indonesia juga memiliki UU PMA (Penanaman Modal Asing) dan Perpres no. 77 tahun 2007 dan Perpres no.111 tahun 2007, yang di dalam lampiran Perpres inilah, pada item ke-72, 73, dan 74, dimasukkan sektor pendidikan sebagai bidang usaha yang dapat dimasuki investor asing dengan penyertaan modal maksimum 49 persen.
  7. RUU Pendidikan Tinggi (Rencana akan disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI, 10 April 2012)

Pasal-Pasal Bermasalah
  1. Pasal 89 ayat 1-6 BAB VI tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi oleh Lembaga Pendidikan Negara Lain :
(1)     Perguruan Tinggi negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)     Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terakreditasi dan/atau diakui
di negaranya.
(3)     Pemerintah menetapkan daerah, jenis, dan program studi yang dapat diselenggarakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)     Penyelenggara pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan:
  1. melalui kerja sama dengan Perguruan Tinggi Indonesia atas izin Pemerintah; dan
  2. dengan mengangkat dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.
(5)     Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembangkan ilmu dasar   di Indonesia dan mendukung kepentingan nasional.
(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh negara lain diatur dalam Peraturan Menteri.

Analisis
Pasal 89 ayat 1 ini, yaitu perguruan tinggi asing dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di wilayah NKRI, dapat membuat ketidakseimbangan pendidikan tinggi di Indonesia. Pada saat ini saya, hanya beberapa PT yang menjadi favorit dan menjadi tujuan untuk melanjutkan pendidikan, sementara pada beberapa PT baik swasta ataupun PTN masih mengalami kekurangan peminat. Secara alami, akan banyak peminat dari masyarakat Indonesia untuk berkuliah di PT yang diselenggarakan oleh asing. Maka dengan adanaya pasal ini, dapat membuat ketidakseimbangan kondisi pendidikan tinggi di Indonesia.
Solusi
Pasal 89 ini dihapuskan

  1. Pasal 71 ayat 1
Analisis dan solusi : diperlukan ayat penjelas mengenai bentuk lainnya
  1. Pasal 71 ayat 4 (bagian keenam tentang kemahasiswaan) paragraf 1 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru.
Pasal 71 ayat 4 :
“Perguruan tinggi menjaga keseimbangan antara jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap program studi dan kapasitas sarana dan prasarana, dosen dan tenaga kependidikan, serta layanan dan sumber daya pendidikan lainnya”
Analisis
Harus ada spesifikasi perbandingan ideal/parameter yang terukur dan tepat antara jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap program studi dan kapasitas sarana dan prasarana, dosen, dan tenaga kependidikan, serta layanan dan sumber daya pendidikan lainnya. Hal ini didasarkan pada beberapa fakta dilapangan, sering terjadi ketidakseimbangan antara jumlah mahasiswa dengan sarana dan prasarana dan dosen pengajar.
Solusi
Ada penambahan ayat mengenai syarat/parameter perbandingan khusus mengenai keseimbangan yang dimaksudkan oleh pasal pasal 71 ayat 4 tersebut.

  1. Pasal 72 ayat 1 dan 2 (bagian keenam tentang kemahasiswaan) paragraf 1 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru :  
    1. PTN wajib mencari dan menjaring calon mahasiswa  yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi untuk diterima paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh mahasiswa baru yang diterima dan tersebar pada semua program studi.
    2. Program studi menerima calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah seluruh mahasiswa baru yang diterima pada program studi yang bersangkutan.

Analisis
Pada ayat 1, terdapat segmentasi dan diskriminasi terhadap masyarakat Indonesia, terutama bagi mereka yang tidak memiliki potensi akademik yang tinggi dan kurang mampu yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Hal ini bertentangan dengan UU No. 11 tahun 2005 yang mengatakan bahwa “penyelenggaraan pendidikan tidak boleh diskriminatif”.
Solusi
-  Menghilangkan kata “memiliki potensi akademik tinggi”.

  1. Pasal 69 ayat 5 (Paragraf 1 tentang Pengangkatan dan Penempatan)
“Setiap orang yang memiliki keahlian dan/atau prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Analisis dan solusi : diperlukan penambahan ayat yang menjelaskan perihal kriteria atau spesifikasi orang yang memiliki keahlian dan/atau prestasi luar biasa yang dapat diangkat menjadi dosen.  

  1. Pasal 66 ayat 1 (Paragraf 1-umum-tentang Pengelolaan Perguruan tinggi)
“Penyelenggaraan otonomi perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan membentuk badan hukum untuk menghasilkan pendidikan tinggi bermutu”
Analisis
Jika PTN berbadan hukum, dapat membuka peluang untuk dimiliki oleh perseorangan atau swasta (dibeli), dan akan berorientasi pada pencarian keuntungan dan berujung pada komersialisasi pendidikan. Ditambah jika PTN dinyatakan bangkrut (karena berbadan hukum), hal ini akan menjadi masalah besar bagi mahasiswa yang bersangkutan.
Solusi
-          Penghapusan PTN berbadan hukum (diganti dengan Badan Layanan Umum)
-          Jika tetap berbadan hukum, maka PTN sepenuhnya harus milik negara dan tidak dapat dialihkan kepada perseorangan atau swasta. Untuk melaksanakan fungsi pendidikan tinggi yang berada dalam lingkup tanggungjawab kementerian, pemerintah memberikan kompensasi atau menanggung biaya yang telah dikeluarkan oleh PTN berbadan hukum.

  1. Pasal 64 (Paragraf 1-umum-tentang Pengelolaan Perguruan tinggi)
Otonomi pengelolaan perguruan  tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip:
a.  akuntabilitas;
b.  transparansi;
c.  nirlaba;
d. mutu; dan
e. efektivitas dan efisiensi.
Analisis
Pada prinsip transparansi, perlu diperluas kembali pemaknaannya, yaitu tidak hanya transparansi dalam hal keuangan, namun juga dalam hal pengelolaan perguruaan tinggi, termasuk pengembangan riset penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara untuk prinsip nirlaba, tidak menutup kemungkinan prinsip tersebut membuat perguruan tinggi disibukkan dengan proses pencarian uang untuk mencapai keuntungan, dan hal ini dapat merugikan mahasiswa yang suatu saat tidak menutup kemungkinan menjadi komoditas mesin uang perguruan tinggi.
Solusi
Harus ada penjelasan lebih khusus dan rinci mengenai poin-poin yang berkaitan dengan prinsip otonomi pengelolaan perguruan tinggi, terutama untuk poin transparansi dan nirlaba.

  1. Pasal 96 BAB X tentang Ketentuan Penutup
“Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan”
Analisis
Pada pasal ini, terdapat kekurangan penjelasan, yaitu bagaimana kondisinya jika peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang PT ini belum selesai/rampung dalam waktu 2 tahun. Maka harus ada penjelasan lebih terperinci lagi mengenai hal ini
Solusi
Penambahan pasal yang mengatur tentang sanksi atau penjelasan jika pasal 96 tidak dapat direalisasikan dalam tenggat waktu yang berikan.

Penutup
RUU PT yang selama ini menjadi bahan pembicaran kontroversial masyarakat sudah mengalami banyak perubahan. Hanya saja masih terdapat beberapa pasal yang membutuhkan penjelasan tambahan, perubahan redaksi kata dan beberapa pasal yang harus dihapuskan sehingga dapat menghilangkan kesan bahwa pendidikan akan menjadi komoditas komersialisasi dan liberalisasi dan hilangnya kesan bahwa pemerintah lepas tangan terhadap pendidikan tinggi di indonesia.
Furkon (Menteri Kajian Strategis BEM KEMA UNPAD Kabinet SIGNIFIKAN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar