lennon

lennon

Selasa, 17 Juli 2012

Pengesahan RUU Pendidikan Tinggi

PEMERINTAH dan DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) menjadi UU PT. Namun, begitu disahkan, UU tersebut langsung disambut penolakan luas dan keras.

Luas karena kalangan yang menolak pengesahan RUU PT berasal dari hampir seluruh unsur stakeholder, mulai mahasiswa, perguruan tinggi swasta, perguruan tinggi negeri, hingga akademisi.

Keras karena hanya sesaat setelah pengesahan, akhir pekan lalu, sejumlah pihak dengan tegas langsung menyatakan segera mengajukan permohonan uji undang-undang atau judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Beberapa isu mengundang kontroversi dalam UU PT. Salah satunya soal otonomi. Sejumlah kalangan menilai konsep otonomi perguruan tinggi yang diatur UU PT berpotensi melahirkan komersialisasi pendidikan.

Setiap perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri, diberi keleluasaan mematok plafon biaya pendidikan. Artinya, biaya masuk di lembaga tersebut boleh ditetapkan sesuka hati. Implikasinya sangat serius karena biaya pendidikan yang sejauh ini sudah dikeluhkan mahalnya akan dapat bertambah lebih mahal.

Isu lain yang tak kalah kontroversialnya ialah soal internasionalisasi. Berlakunya UU PT menjadi tanda bagi perguruan tinggi asing untuk beroperasi secara resmi di Indonesia.

Meskipun ada syarat yang harus dipenuhi, yakni akreditasi di negeri asal dan kewajiban bekerja sama dengan lembaga pendidikan di dalam negeri, tetap saja itu tidak mampu memupus kekhawatiran bahwa kehadiran kampus asing itu akan mengancam eksistensi perguruan tinggi domestik.

Pengesahan UU PT sesungguhnya cerminan dari sikap tidak sensitif pemerintah dan DPR. Isu tentang otonomi yang diprotes publik pada UU PT itu sudah digugat masyarakat ketika aturan itu masih tercantum dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP).

Publik ketika itu pun menolak konsep otonomi yang sama dan mengajukan judicial review ke MK. Permohonan itu dikabulkan dan UU BHP dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 31 Maret 2010. Sungguh tidak masuk akal bagaimana mungkin konsep yang sudah dibatalkan MK dimasukkan kembali oleh pemerintah dan disepakati DPR menjadi UU PT yang baru.

Banyaknya judicial review yang diajukan publik di bidang pendidikan juga menunjukkan ketidakpedulian pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Soal ujian nasional (UN) misalnya. MK sudah memerintahkan pemerintah untuk menghentikan pelaksanaan UN, tetapi pemerintah tidak peduli. UN jalan terus.

Kita khawatir hal yang sama juga akan terjadi terkait dengan soal rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) yang tengah menunggu putusan MK atas judicial review yang diajukan beberapa elemen masyarakat.

Kini, UU PT sudah disahkan. Suka atau tidak, semua pihak harus menerima implikasi atas pemberlakuan UU tersebut sampai kemudian MK memutuskan lain.

Negara harus belajar lebih sensitif. Luas dan kerasnya reaksi menunjukkan betapa Kemendikbud dan DPR sangat tidak sensitif terhadap aspirasi publik.



Sumber: http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2012/07/16/13292/121/Pengesahan-RUU-Pendidikan-Tinggi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar